Pengertian jual beli kredit
Jual beli dalam pengertian istilah adalah pertukaran harta dengan harta untuk tujuan memiliki dengan ucapan ataupun perbuatan.
Adapun kredit yang dalam bahasa arab disebut تقسيط dalam pengertian bahasa adalah bagian, jatah atau membagi-bagi.
Dalam Mu’jamul Wasith 2/140 dikatakan : “Mengkredit hutang artinya adalah membayar hutang tersebut dengan cicilan yang sama pada beberapa waktu yang ditentukan.”
Adapun pengertian jual beli kredit secara istilah adalah menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, dengan cara memberikan cicilan dalam jumlah-jumlah tertentu dalam beberapa waktu secara tertentu, lebih mahal dari harga kontan.
Atau mungkin bisa dikatakan bahwa jual beli kredit adalah :
“Pembayaran secara tertunda dan dalam bentuk cicilan dalam waktu-waktu yang ditentukan.”
bahwa definisi yang kedua lah yang lebih tepat karena inti dari jual beli kredit adalah pembayaran yang tertunda dengan cara cicilan, bisa dengan adanya tambahan harga ataupun tidak, meskipun memang biasanya jual beli kredit itu memang dengan adanya tambahan harga dari yang kontan.
“Pembayaran secara tertunda dan dalam bentuk cicilan dalam waktu-waktu yang ditentukan.”
bahwa definisi yang kedua lah yang lebih tepat karena inti dari jual beli kredit adalah pembayaran yang tertunda dengan cara cicilan, bisa dengan adanya tambahan harga ataupun tidak, meskipun memang biasanya jual beli kredit itu memang dengan adanya tambahan harga dari yang kontan.
Hukum Jual beli kredit
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum jual beli kredit yang ada pada zaman ini menjadi dua pendapat, yatu :
1. Jual beli kredit di haramkan
Diantara yang berpendapat demikian dari kalangan ulama’ kontemporer adalah Imam Al Albani yang beliau cantumkan dalam banyak kitabnya, diantaranya Silsilah Ahadits Ash Shohihah 5/419-427 juga murid beliau Syaikh Salim Al Hilali dalam Mausu’ah Al Manahi Asy Syar’iyah 2/221 dan juga lainnya.
Dari Abu Huroiroh dari Rosululloh bahwasannya beliau melarang dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli.”
(HR. Turmudli 1331, Nasa’I 7/29, Amad 2/432, Ibnu Hibban 4973 dengan sanad hasan)
Dalam riwayat lainnya dengan lafadl : “Barang siapa yang melakukan dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli, maka dia harus mengambil harga yang paling rendah, kalau tidak akan terjerumus pada riba.”
(HR. Abu Dawud 3461, Hakim 2/45 dengan sanad hasan)
Hadits yang senada juga datang dari Abdulloh bin Amr bin Ash dan Abdulloh bin mas’ud dan lainnya . Lihat Irwa’ul Gholil oleh Imam Al Albani
Tafsir dari larangan Rosululloh “Dua transaksi jual beli daam satu transaksi” adalah ucapan seorang penjual atau pembeli : “Barang ini kalau tunai harganya segini sedangkan kalau kredit maka harganya segitu.”
Penafsiran ini datang dari banyak ulama’, yaitu :
Penafsiran ini datang dari banyak ulama’, yaitu :
Sammak bin Harb, salah seorang perowi hadits ini, Abdul Wahhab bin Atho’, Ibnu Sirin, Thowus, Sufyan Ats Tsauri, Al Auza’i, Ibnu Qutaibah, Nasa’i, Ibnu Hibban.
Berkata Syaikh Salim Al Hilali :
“Penafsiran ini adalah yang paling shohih, karena sebab berikut :
· Bahwasanya tafsir seorang perowi hadits itu lebih didahulukan daripada lainnya.
· Ini adalah yang difahami oleh kebanyakan ulama’ dari kalangan ahli hadits.
· Ini juga yang difahami oleh para uilama’ bahasa dan ulama’ tabi’in.
(Al Manahi Asy Syariyah 2/221-222)
Maka dapat disimpulkan bahwa ucapan seseorang : “Saya jual barang ini padamu kalau kontan harganya sekian dan kalau ditunda pembayarannya harganya sekian.” Adalah sistem jual beli yang saat ini dikenal dengan nama jual beli kredit.
2. Jual beli kredit diperbolehkan
Adapun pendapat yang kedua mengatakan bahwa jual beli kredit diperbolehkan, diantara yang berpendapat demikian dikalangan para ulama’ adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qoyyim, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, Syaikh Al Jibrin dan lainnya. Namun kebolehan jual beli ini menurut para ulama’ yang memperbolehkannya harus memenuhi beberapa syarat tertentu yang insya Alloh kita sebutkan di belakang.
Mereka berhujjah dengan beberapa dalil berikut yang bisa diklasifikasikan menjadi beberapa bagian :
Pertama :
Dalil-dalil yang memperbolehkan jual beli dengan pembayaran tertunda.
- Firman Alloh Ta’ala :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya…”
(QS. Al Baqoroh : 272)
Imam Al Qurthubi menerangkan :
“Artinya, kebiasaan masyarakat Madinah melakukan jual beli salam adalah penyebab turunnya ayat ini, namun kemudian ayat ini berlaku untuk segala bentuk pinjam meminjam berdasarkan ijma’ ulama’.”
(Tafsir Al Qurthubi 3/243)
- Hadits Rosululloh :
“Dari Aisyah berkata : “Sesungguhnya Rosululloh membeli makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran tertunda. Beliau memberikan baju besi beliau kepada orang tersebut sebagai gadai
(HR. Bukhori 2068, Muslim 1603)
Hadits ini tegas bahwa Rosululloh mendapatkan barang kontan namun pembayarannya tertunda.
Kedua :
Dalil-dalil yang menunjukkan dibolehkannya memberikan tambahan harga karena penundaan pembayaran atau karena penyicilan.
- Firman Alloh Ta’ala :
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”
(QS. An Nisa’ : 29)
Keumuman ayat ini mencakup jual beli kontan dan kredit, maka selagi jual beli kredit dilakukan dengan suka sama suka maka masuk dalam apa yang diperbolehkan dalam ayat ini.
- Hadits Rosululloh :
Dari Abdulloh bin Abbas berkata : “Rosululloh dartang ke kota Madinah, dan saat itu penduduk Madinah melakukan jual beli buah-buahan dengan cara salam dalam jangka satu atau dua tahun, maka beliau bersabda : “Barang siapa yang jual beli salam maka hendaklah dalam takaran yang jelas, timbangan yang jelas sampai waktu yang jelas.”
(HR. Bukhori 2241, Muslim 1604)
Pengambilan dalil dari hadits ini, bahwa Rosululloh membolehkan jual beli salam asalkan takaran dan timbangan serta waktu pembayarannya jelas, padahal biasanya dalam jual beli salam uang untuk membeli itu lebih sedikit daripada kalau beli langsung ada barangnya. Maka begitu pula dengan jual beli kredit yang merupakan kebalikannya yaitu barang dahulu dan uang belakangan meskipun lebih banyak dari harga kontan.
Ketiga :
Dalil Ijma’
Sebagian Ulama’ mengklaim bahwa dibolehkannya jual beli dengan kredit dengan perbedaan harga adalah kesepakatan para ulama’. Di antara mereka adalah :
1. Syaikh Bin Baz saat menjawab pertanyaan tentang hukum menjual karung gula dan sejenisnya seharga 150 real secara kredit, yang nilainya sama dengan 100 real tunai. Maka beliau menjawab :
“Transaksi seperti ini boleh-boleh saja, karena jual beli kontan tidak sama dengan jual beli berjangka. Kaum muslimin sudah terbiasa melakukannya sehingga menjadi ijma’ dari mereka atas diperbolehkannya jual beli seperti itu. Sebagian ulama’ memang berpendapat aneh dengan melarang pemanmbahan harga karena pembayaran berjangka, mereka mengira bahwa itu termasuk riba. Pendapat ini tidak ada dasarnya, karena transaksi seperti itu tidak mengandung riba sedikitpun.”
(Ahkamul Fiqh oleh Syaikh Abduloh Al Jarulloh hal : 57-58)
2. Syaikh Muhammad Sholih Al Utsaimin
Beliau berkata dalam Al Mudayanah hal : 4 :
Beliau berkata dalam Al Mudayanah hal : 4 :
“Macam-macam hutang piutang :
· seseorang membutuhkan untuk membeli barang namun dia tidak mempunyai uang kontan, maka dia membelinya dengan pembayaran tertunda dalam tempo tertentu namun dengan adanya tambahan harga dari harga kontan. Ini diperbolehkan. Misalnya : Seseorang membeli rumah untuk ditempati atau untuk disewakan seharga 10.000 real sampai tahun depan, yang mana seandainya dijual kontan akan seharga 9.000 real, atau seseorang membeli mobil baik untuk dipakai sendiri atau disewakan seharga 10.000 real sampai tahun depan, yang mana harga kontannya adalah 9.000 real. Masalah ini tercakup dalam firman Alloh Ta’ala :
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian berhutang piutang sampai waktu tertentu, maka catatlah.”
(QS. Al Baqoroh : 282)
· Seseorang membeli barang dengan pembayaran tertunda sampai waktu tertentu dengan tujuan untuk memperdagangkannya. Misal seseorang membeli gandum dengan pembayaran tertunda dan lebih banyak dari harga kontan untuk menjualnya lagi ke luar negeri atau untuk menunggu naiknya harga atau lainnya, maka ini diperbolehkan karena juga tercakup dalam ayat terdahulu. Dan telah berkata Syaikhul islam Ibnu Taimiyah tentang dua bentuk ini adalah diperbolehkan berdasarkan Al Kitab, as sunnah dan kesepakatan ulama’ (4)
(Majmu’ Fatawa 29/499).”
Keempat :
Dalil qiyas
Sebagaimana yang telah lewat bahwasannya jual beli kredit ini dikiaskan dengan jual beli salam yang dengan tegas diperbolehkan Rosululloh, karena ada persamaan, yaitu sama-sama tertunda. hanya saja jual beli salam barangnya yang tertunda, sedangkan kredit uangnya yang tertunda. Juga dalam jual beli salam tidak sama dengan harga kontan seperti kredit juga hanya bedanya salam lebih murah sedangkan kredit lebih mahal.
Kelima :
Dalil Maslahat
Jual beli kedit ini mengandung maslahat baik bagi penjual maupun bagi pembeli. Karena pembeli bisa mengambil keuntungan dengan ringannya pembayaran karena bisa diangsur dalam jangka waktu tertentu dan penjual bisa mengambil keuntungan dengan naiknya harga, dan ini tidak bertentangan dengan tujuan syariat yang memang didasarkan pada kemaslahatan ummat.
Pendapat yang rajih
Dari pemaparan kedua madzhab diatas dapat ditarik garis kesimpulan bahwa letak permasalah hukum jual beli kredit ini terletak pada apakah hal ini masuk dalam larangan dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli.” Ataukah tidak ? dalam arti lain apakah ada penambahan harga sebagai konsekuensi dari ditundanya pembayaran, ataukah tidak.
Oleh karena itu kalau ada sebuah kredit yang tidak adanya perubahan harga dari kontannya maka keluar dari pembahasan ini, dan hukumnya jelas kehalalannya.
Yang Jadi perbincangan dikalangan ulama’ adalah kredit yang berbeda harga dengan seandainya dibayar kontan.
Sanggahan terhadap para ulama’ yang mengharamkannya
Hadist tentang larangan dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli sama sekali tidak bisa dibawa dalam masalah ini, karena seorang penjual kalau mengatakan : “Saya menjual barang ini kalau tunai dengan harga Rp 100.000,- misalnya sedangkan kalau dibayar sampai tahun depan dengan harga Rp 120.000,-.”
Maka ini ada dua kemungkinan :
- Saat masih tawar menawar, maksudnya saat pembeli masih menimbang-nimbang apakah dia memilih yang tunai ataukah yang tahun depan, maka ini adalah proses tawar menawar. Dan sudah maklum bahwa proses tawar menawar bukan jual beli.
- Kalau kemudian pembeli mengatakan : “Saya membelinya dengan Rp 120.000,- sampai tahun depan, setiap bulannya insya Alloh akan saya bayar 10.000,-, maka ini adalah satu transaksi jual beli bukan dua.
Adapun penafsiran Sammak bin Harb, dikomentari oleh Imam Ibnul Qoyyim :
“Penafsiran ini lemah, karena tidak ada riba dalam bentuk semacam ini, dan transaksi itu tidak mengandung dua transaksi, tetapi hanya satu transaksi saja dengan salah satu dari dua harga.”
(Lihat Tahdzib Sunan Abi Dawud 9/237)
Sekarang mari kita lihat penafsiran para ulama’ tentang hadits Abu Huroiroh tersebut:
Berkata Imam Turmudli :
“Itulah yang menjadi amalan para ulama’. Sebagian para ulama’ bahkan menafsirkan bahwa yang disebut sebagai dua jual beli dalam satu jual beli adalah seperti yang mengatakan : “Saya menjual baju ini kepada anda dengan harga sepuluh dinar tunai, atau dua puluh dinar dengan pembayaran tertunda.” Sementara hingga mereka berpisah, mereka tidak mengambil salah satu dari dua transaksi tersebut. Kalau si pembeli mengambil salah satu transaksi itu saja saat berpisah, maka hukumnya mubah, yakni bila transaksi hanya berlaku untuk salah satu dari jual beli tersebut.”
(Sunan Tirmidli 3/524)
Imam Al Khothobi berkata :
“Penafsiran tentang larangan dua jual beli dalam satu jual beli memiliki dua sudut pandang:
· pertama : Seseorang yang berkata : saya menjual pakaian ini kepada anda seharga sepuluh dinar kontan dan lima belas dinar kredit.” Bentuk semacam ini tidak diperbolehkan, karena tidak diketahui mana harga yang dipilih oleh pembeli dan transaksi mana yang dilakukan. Kalau harga tidak diketahui, jual beli otomatis batal.
· Kedua : Orang yang berkata : saya menjual budak ini kepada anda seharga dua puluh dinar dengan syarat anda menjual budak wanita anda kepada saya seharga sepuluh dinar.” Jual beli seperti ini jelas rusak.
Adapun apabila seseorang menjual dua barang dengan satu harga, seperti menjual sebuah rumah plus sepotong pakaian, hukumnya mubah saja. Bukan termasuk dua jual beli dalam satu jual beli.
Kemudian beliau menukil beberapa riwayat dari ulama’ lain lalu berkata : “Tapi kalau diselesaikan dengan satu transaksi saja, hukumnya sah, tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini.”
Kemudian beliau menukil beberapa riwayat dari ulama’ lain lalu berkata : “Tapi kalau diselesaikan dengan satu transaksi saja, hukumnya sah, tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini.”
(Ma’alalimus sunan 9/238)
Fatwa para ulama’ seputar jual beli kredit
Ini adalah pendapat para ulama’ kontemporer mengenai masalah ini :
Fiqh Hanafiyah
Harga bisa dinaikkan karena penundaan waktu. Penjualan kontan dengan kredit tidak bisa disamakan. Karena yang ada pada saat ini lebih bernilai dari pada yang belum ada. Pembayaran kontan lebih baik dari pada pembayaran berjangka. (Lihat Badai’ush Shona’I 5/187)
Dalam Hasyiyah Ibnu Abidin 5/142 : “Bisa saja harga ditambahkan karena penundaan pembayaran.”
Fiqh Malikiyah
Imam Az Zarqoni menegaskan :
“Karena perputaran waktu memang memiliki bagian nilai, sedikit atau banyak, tentu berbeda pula nilainya.
(Hasyiyah Az Zarqoni 3/165)
Fiqh Syafi’iyah
Imam Asy Syirozi berkata :
“Kalau seseorang membeli sesuatu dengan pembayaran tertunda, tidak perlu diberitahu harga kontannya, karena penundaan pembayaran memang memiliki nilai tersendiri.”
( Al Majmu An Nawawi 13/16)
Fiqh Hanbali
Imam Ibnu Taimiyah berkata :
“Putaran waktu memang memiliki jatah harga.”
(Majmu’ Fatawa 19/449)
Adab dalam jual beli kredit
Ada beberapa adab yang harus diperhatikan tatkala seseorang itu melakukan jual beli sistem kredit, yaitu :
Pertama : Adab penjual
1. Tidak memanfaatkan kebutuhan masyarakat terhadap kredit dan sejenisnya dengan melipat gandakan keuntungan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang seseorang yang memiliki seekor kuda yang dibelinya dengan harga seratus delapan puluh dirham, lalu datang orang lain hendak membeli darinya seharga tiga ratus dirham dengan pembayaran tertunda selama tiga bulan, apakah ini halal ?
Beliau menjawab :
“Alhamdulilah, kalau kuda yang dibelinya itu untuk digunakan sendiri atau untuk diperjual belikan, boleh boleh saja ia menjualnya kembali dengan pembayaran tertunda. Akan tetapi yang dituntut disini adalah agar dia hanya mengambil untung sewajarnya, tidak boleh melebihkan keuntungan karena kondisi pembeli yang sangat membutuhkan.”
2.Bisa memahami keadaan pembeli secara kredit
Terkadang seseorang membeli secara kredit karena memang dalam kedaaan kepepet, sangat membutuhkan barang tersebut padahal dia tidak memiliki harga tunai. Maka dalam kondisi saat ini si penjual harus bisa memahaminya.
Alloh Ta’ala berfirman :
“Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia mendapatkan kelapangan.”
(QS. Al Baqoroh : 280)
Rosululloh bersabda :
“Alloh mencintai seorang hamba yang lapang dada saat membeli, saat menjual dan saat membayar hutang.”
(HR. Bukhori 2076)
Kedua : Adab pembeli
1. Tidak nekad melakukan pembelian secara kredit kecuali bila bertekad kuat menyelesaikan cicilannya karena memiliki kelebihan penghasilan dari kebutuhan primernya. Karena hukum orang yang membeli kredit adalah hukum orang yang berhutang, yang mana jangan sampai melakukannya kecuali kalau terpaksa.
Dari Abu Huroiroh dar Rosululloh bersabda :
“Barang siapa yang mengambil harta orang lain namun dia bertekad untuk membayarnya, maka Alloh akan memudahkan pembayarannya, namun barang siapa yag mengambil harta orang lain untuk menghanguskannya , maka Alloh akan menghanguskannya.”
(HR. Bukhori 2387)
2. Tidak menggampangkan urusan jual beli kredit
karena fenomena yang berkembang ada sebagian orang yang membeli secara kredit barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dia butuhkan. Misalnya alat-alat masak modern, baju, almari dan lainnya, padahal dia sudah memiliki yang mencukupi di rumahnya meskipun mungkin lebih jelek. Jangan sampai membeli dengan sistem kredit ini kecuali kalau benar-benar mendesak untuk melakukannya.
3. Mencatat kredit dan ada saksi
Sebagaiman firman Alloh :
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian berhutang sampai waktu tertentu, maka tulislah.”
(QS. Al Baqoroh : 282)
4.Melunasi angsuran kreedit dengan baik serta tidak mengulur-ulurnya.
Rosululloh bersabda :
“Orang yang terbaik adalah orang yang terbaik cara melunasi hutangnya.”
(HR. Bukhori 2305)
karena orang yang mampu membayar namun mengulur-ulur waktu pembayarannya adalah sebuah kedloliman.
Dari Abu Huroiroh berkarta : “Rosululloh bersabda :
“Orang kaya yang menunda-nunda waktu pembayaran adalah kedloliman.”
(HR. Bukhori Muslim)
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, bisa ditarik garis kesimpulan sebagai berikut :
- Kredit adalah Pembayaran secara tertunda dan dalam bentuk cicilan dalam waktu-waktu yang ditentukan.
- Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini, ada yang mengharamkan dan ada yang membolehkan.
- Yang rajih –wallahu a’lam- adalah dibolehkannya jual beli kredit dengan beberapa syarat dan ketentuan.
- Ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan bagi pelaku jual beli kredit.
- Perhatikan adab-adab penjual dan pembeli sistem kredit.
Akhirnya hanya kepada Alloh saya berserah diri. Kalau ada dalam tulisan ini yang benar maka itu hanyalah keutamaan Alloh yang dicurahkan kepada siapa saja yang dikehendaki, namun jika ada yang tidak benar maka itu adalah dari saya pribadi dan dari syaithon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar