Surga, mendengar namanya saja kita sudah bisa membayangkan betapa indahnya, betapa megahnya, betapa nikmatnya, kalau kelak kita bisa menjadi salah satu penghuninya. Kali ini kita aka mengulas sedikit tentang apa itu surga dan macamnya.
Surga adalah suatu tempat yang penuh dengan kemewahan, keindahan yang tidak pernah akan terdapat dimuka bumi. Teras surgapun keindahannya tidak terdapat dimuka bumi. Ada gambaran yang menyatakan bahwa disurga dipenuhi dengan buah-buahan, sungai yang airnya adalah air susu dan madu dan dipenuhi dengan bidadari, taman dan hamparan bunga yang harumnya tidak akan pernah bisa dibayangkan didunia ini. Bahkan disurga segala kebutuhan manusia akan tercukupi. Hal ini dikarenakan surga merupakan hadiah termewah dari Allah SWT bagi manusia atas segala amalan ibadah serta perbuatan ia ketika masih hidup.
Jenis Surga :
1. SURGA FIRDAUS: surga yang diciptakan dari emas yang merah dan diperuntukan bagi orang yang khusyuk sholatnya, menjauhkan diri dari perbuataan sia-sia, aktif menunaikan zakat, menjaga kemaluaannya, memelihara amanah, menepati janji, dan memelihara sholatnya.
2. SURGA ‘ADN: surga yang diciptakan dari intan putih dan diperuntukkan bagi orang yang bertakwa kepada Allah (An Nahl:30-31), benar-benar beriman dan beramal shaleh (Thaha:75-76), banyak berbuat baik (Fathir: 32-33), sabar, menginfaqkan hartanya dan membalas kejahatan dengan kebaikan (Ar-Ra’ad:22-23)
3. SURGA NAIM: surga yang diciptakan dari perak putih dan diperuntukkan bagi orang-orang yang benar-benar bertakwa kepada Allah dan beramal shaleh. Al Qalam: 34
4. SURGA MA’WA: surga yang diciptakan dari jamrud hijau dan diperuntukan bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah (An Najm: 15), beramal shaleh (As Sajdah: 19), serta takut kepada kebesaran Allah dan menahan hawa nafsu (An Naziat : 40-41)
5. SURGA DARUSSALAM: surga yang diciptakan dari yakut merah dan diperuntukkan bagi orang yang kuat imannya dan Islamnya, memperhatikan ayat-ayat Allah serta beramal shaleh.
6. SURGA DARUL MUQAMAH: surga yang diciptakan dari permataa putih dan diperuntukkan bagi orang yang bersyukur kepada Allah.
Kata Darul Muaqaamah berarti suatu tempat tinggal dimana di dalamnya orang-orang tidak pernah merasa lelah dan tidak merasa lesu. Tempat ini diperuntukkan kepada orang-orang yang bersyukur sebagaimana yg disebutkan di dalam surat Faathir ayat 35. Sedangkan surga Darul Muaqaamah ini terbuat dari permata putih.
7. SURGA AL-MAQAMUL AMIN: surga yang diciptakan dari permata putih.
Kata Al-Maqamul Amin menurut Dr M Taquid-Din dan Dr M Khan berarti tempat yang dan diperuntukkan bagi orang-orang yang bertakwa. Sedangkan surga Al-Maqamul Amin ini terbuat dari permata putih.
8. SURGA KHULDI: surga yang diciptakan dari marjan merah dan kuning diperuntukkan bagi orang yang taat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya (orang-orang yang bertakwa).
Nah, siapakah tertarik masuk surga ? mari kita berlomba-lomba untuk masuk surga.
Sabtu, 30 April 2011
Rudal / Peluru Kendali
Rudal/Misil/Peluru Kendali adalah senjata roket militer yang bisa dikendalikan atau memiliki sistem pengendali otomatis untuk mencari target atau menyesuaikan arah. Dalam penggunaan sehari-hari, istilah "misil" merujuk kepada roket dengan sistem kendali, sedangkan "roket" digunakan untuk roket tanpa sistem kendali.
Perbedaan utama di antara dianggap sangat sedikit selain perbedaan sistem kendali. Peluru kendali pertama digunakan dalam sebuah operasi adalah peluru kendali Jerman dalam Perang Dunia II. Yang paling terkenal adalah V-1 dan V-2, keduanya menggunakan sistem autopilot sederhana untuk menjaga arah terbang peluru agar tetap pada yang rute telah ditentukan sebelumnya.
Jenis Peluru Kendali :
1. Peluru Kendali Balistik Peluru kendali balistik adalah peluru kendali yang memakai lintasan trayektori yang ditentukan oleh balistik dalam sistem pengirimannya. Peluru kendali ini hanya dikendalikan dalam masa peluncuran saja. Peluru kendali balistik yang pertama adalah roket V-2 yang dikembangkan oleh Nazi Jerman pada 1930-an dan 1940-an atas instruksi dari Walter Dornberger. Peluru kendali balistik dapat diluncurkan dari lokasi tetap seperti silo misil, kendaraan peluncur, pesawat, kapal atau kapal selam. Tahap peluncuran dapat berlangsung dari puluhan detik sampai beberapa menit dan dapat terdiri sampai dengan tiga tingkat roket. Trayektori rudal balistik terdiri dari tiga tahap yaitu tahap peluncuran, tahap terbang bebas dan fase memasuki kembali atmosfir Bumi
2. Peluru Kendali Jelajah Peluru kendali jelajah adalah peluru kendali yang memakai sayap dan menggunakan jet sebagai tenaga penggerak. Peluru kendali jelajah intinya adalah bom terbang. Peluru kendali jelajah dirancang untuk membawa hulu ledak konvensional dalam jumlah besar atau nuklir dan dapat menjangkau ratusan mil dengan tingkat akurasi tinggi. Peluru kendali jelajah modern dapat terbang mencapai kecepatan supersonik atau di atas subsonik, menggunakan sistem kendali otomatis dan terbang pada ketinggian rendah untuk menghindari radar. Rudal jelajah pertama yang dikembangkan adalah Kettering Bug yang dikembangkan oleh Amerika Serikat pada 1917 untuk digunakan dalam Perang Dunia I. Rudal ini terbang lurus untuk waktu yang telah ditentukan sebelumnya kemudian sayapnya akan dilepaskan untuk kemudian badan rudal yang mengandung hulu ledak jatuh menghujam tanah. Rudal ini tidak pernah digunakan dalam perang karena Perang Dunia I selesai sebelum rudal ini dapat digunakan. Rudal jenis ini yang terkenal antara lain adalah BGM-109 Tomahawk AS yang dapat mencapai jangkauan 1.100 km.
3. Peluru Kendali Anti Kapal Peluru kendali anti-kapal adalah rudal yang fungsi utamanya adalah untuk menghancurkan kapal permukaan. Kebanyakan rudal anti-kapal menggunakan sistem pemandu inersial dan pelacak radar aktif. Rudal anti-kapal adalah salah satu dari sekian rudal jarak pendek yang digunakan dalam Perang Dunia II. Jerman menggunakannya untuk menenggalamkan banyak kapal sekutu sebelum pihak sekutu menemukan cara untuk mengatasinya (prinsipnya dengan radio jamming). Rudal anti-kapal dapat diluncurkan dari kapal, kapal selam, pesawat, helikopter dan kendaraan darat. Rudal anti-kapal yang terkenal dalam sejarah adalah rudal Jerman, Fritz X dan Henschel Hs 293.
4. Peluru Kendali Darat Ke Udara Peluru kendali darat ke udara adalah peluru kendali yang diluncurkan dari darat untuk menghancurkan pesawat. Istilah terkenal untuk rudal jenis ini adalah SAM yang merupakan singkatan dari rudal darat ke udara dalam bahasa Inggris yaitu suface-to-air missile. Rudal darat ke udara dapat diluncurkan dari lokasi tetap atau kendaraan peluncur. SAM terkecil yang dikembangkan oleh Uni Soviet dapat dibawa dan diluncurkan oleh seorang tentara. SAM juga dapat diluncurkan dari kapal, contoh dari jenis ini adalah Aegis.
5. Peluru Kendali Udara Ke Udara Peluru kendali udara ke udara adalah rudal yang dipasang di pesawat terbang dengan target menghancurkan pesawat musuh. Rudal udara ke udara yang terkenal antara lain adalah AIM-9 Sidewinder buatan Amerika Serikat. Rudal jenis ini dapat mendeteksi target dengan menggunakan pelacak radar, inframerah atau laser. Rudal udara ke udara umumnya berbentuk panjang, silinder tipis untuk mengurangi efek gesekan pada kecepatan tinggi. Rudal ini umumnya digerakkan oleh satu atau lebih roket berbahan bakar padat atau cair. MBDA Meteor buatan Britania Raya menggunakan ramjet dan dapat mencapai kecepatan Mach 4.
6. Peluru Kendali Anti Tank Peluru kendali anti-tank adalah rudal yang fungsi utamanya untuk menghancurkan tank atau kendaraan lapis baja lainnya. Rudal anti-tank generasi pertama seperti AG-3 Sagger dikendalikan dengan menggunakan joystick. Rudal anti-tank generasi kedua seperti BGM-71 TOW dan AGM-114 Hellfire menggunakan radio, penanda laser atau kamera di ujung rudal. Rudal anti-tank generasi ketiga seperti FGM-148 Javelin buatan AS dan Nag buatan India adalah dari jenis "tembak dan lupakan". Nag menggunakan pelacak inframerah serta gelombang milimeter.
7. Peluru Kendali Anti Balistik Peluru kendali anti-balistik adalah peluru kendali dengan fungsi utama untuk menyergap dan menghancurkan peluru kendali balistik lawan. Rudal anti-balistik jarak pendek antara lain Arrow buatan Israel dan MIM-104 Patriot buatan AS. Sedangkan rudal anti-balistik yang dirancang untuk melawan ICBM sebelumnya hanya ada dua yaitu Safeguard AS yang menggunakan LIM-49A Spartan dan Sprint serta A-35 Rusia. A-35 kemudian dikembangkan menjadi A-135 yang menggunakan Gorgon dan Gazelle. Amerika Serikat kemudian mengembangkan Ground-Based Midcourse Defense.
8. Peluru Kendali Anti Satelit Peluru kendali anti-satelit adalah rudal yang memiliki fungsi untuk menghancurkan satelit buatan musuh. Rudal jenis ini antara lain adalah Anti-satellite weapons (ASAT) yang diluncurkan dari pesawat. Rudal jenis ini relatif masih dalam tahap pengembangan.
9. Torpedo Torpedo adalah proyektil berpenggerak sendiri yang diluncurkan dari atas permukaan atau di bawah permukaan air yang kemudian meluncur di bawah permukaan air, dirancang untuk meledak pada kontak atau jarak tertentu dengan target. Torpedo dapat diluncurkan dari kapal, kapal selam, helikopter, pesawat dan ranjau laut. Beberapa contoh torpedo modern antara lain MK 48 AS yang diluncurkan dari tabung torpedo kapal selam dan menggunakan sonar pasif atau aktif, serta VA-111 Shkval buatan Rusia yang menggunakan efek superkavitasi dapat mencapai kecepatan 200 knot atau 370 km/jam.
Itulah beberapa peluru kendali yang saya ketahui, Mengingat sangat mengerikannya peluru kendali tersebut, alangkah baiknya jika tidak digunakan atau di produksi lagi. Kita semua lebih senang hidup cinta damai.
Rabu, 06 April 2011
Zakat
Dalam masyarakat muslim, fiqhi di pahami bukan hanya sebagai aturan formal yang mengatur interaksi antar manusia, tetapi memiliki pengertian yang lebih luas menyakngkut tatalitas aturan yang diterapkan dalam segenap aspek kehidupan. Karena kedudukannya sehingga turut menentukan pandangan hidup dan tingkah laku masyarakat muslim, termasuk dalam memahami dan memaknai kewajiban menjalankan ibadah zakat. Sehingga dalam masyarakat Islam, ajaran zakat sudah mulai terlupakan dan disempitkan artinya. Zakat seolah-olah hanya merupakan kewajiban individu dan dilaksanakan dalam rangka menggugurkan kewajiban individu terhadap perintah Allah ini. Sehingga zakat menjadi apa yang sering disebut sebagai ibadah mahzhah individu kaum muslimin.
Disisi lain, pemahaman kaum muslimin sudah merata dan sangat faham tentang kewajiban sholat dan manfaatnya dalam membentuk kesholehan pribadi. Namun tidak demikian pemahamaannya terhadap kewajiban terhadap zakat yang berfungsi untuk membentuk keshalehan sosial. Implikasi keshalehan sosial ini sangat luas. Sehingga zakat merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin di dalam percaturan sosiopolitik, ekonomi, ilmu, dan peradaban manusia. Karena itu diperlukan penjabaran pemahanan terhadap pengertian dan hukum zakat secara komprehensif.
A. Definisi Zakat
Zakat yang merupakan kewajiban dalam rukun Islam ketiga setelah Syahadat dan Sholat. Zakat secara harfiah zaka berarti “tumbuh”, “berkembang”, “menyucikan”, atau “membersihkan”. Selain itu, kata zakat berasal dari kata bahasa Aarab ‘Zakat’ yang berarti: berkah, tumbuh, bersih dan baik , Menurut Ibnu Taimiah hati dan harta orang yang membayar zakat tersebut menjadi suci dan bersih serta berkembang secara maknawi. Seorang yang membayar zakat karena keimanannya niscaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Allah berfirman disurat At-Taubah ayat 103, artinya: “Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”. Surat Al-Baqaraah 276, artinya: “Allah memusnahkan riba dan mengembangkan sedekah”. Disebutkan dalam hadist Rasulullah saw yang diriwatkan Bukhari dan Muslim, ada malaikat yang senantiasa berdo’a setiap pagi dan sore :
Artinya: “Ya Allah berilah orang berinfak gantinya”. Dan berkata yang lain: “Ya Allah jadikanlah orang yang menahan infak kehancuran”.
Sedangkan menurut terminology Syari’ah zakat berarti Memberikan hak milik harta tertentu kepada orang yang berhak, dengan syarat-syarat tertentu atau kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dan dalam waktu tertentu. Yakni orang yang memiliki harta benda sebanyak satu nisab (batas minimal wajib zakat) diwajibkan atas dirinya untuk memberikan sebagian (jumlah tertentu) dari hak miliknya, kepada fakir miskin dan kelompok orang yang berhak menerima zakat (fakir, miskin, amil, muallaf, riqob, gharim, sabilillah dan ibnu sabil).
Zakat dalam Alquran dan hadis kadang-kadang disebut dengan sedekah, seperti firman Allah swt. yang berarti, “Ambillah zakat (sedekah) dari harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah buat mereka, karena doamu itu akan menjadi ketenteraman buat mereka.” (Q.S. At Taubah, 103). Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah saw. ketika memberangkatkan Muaz bin Jabal ke Yaman, beliau bersabda, “Beritahulah mereka, bahwa Allah mewajibkan membayar zakat (sedekah) dari harta orang kaya yang akan diberikan kepada fakir miskin di kalangan mereka.” (Hadis ini diketengahkan oleh banyak perawi).
Dengan demikian Zakat merupakan salah satu bentuk kewajiban yang harus dilaksanakan oleh orang-orang muslim, sebab zakat merupakan salah satu rukun Islam yang merupakan Ibadah kepada Allah swt dan sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan dalam wujud mengkhususkan sejumlah harta atau nilainya dari milik perorangan atau badan hukum untuk diberikan kepada yang berhak menerima dengan syarat-syarat tertentu untuk mensucikan dan mempertumbuhkan harta serta jiwa pribadi para wajib zakat, mengurangi penderitaan masyarakat, memelihara keamanan serta meningkatkan pembangunan
Firman Allah didalam alqor’an surat attaubah 9; ayat 103.
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka.Sesungguhnya do’a kamu itu menjdi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Mendengar lagi Maha mengetahui
Keterangan tersebut, sudah sepantasnya (bahkan seharusnya) apabila kita melihat secara lebih seksama dan sungguh-sungguh beberapa jalan keluar yang dikemukakan ajaran Islam, yang kita yakini kebenarannya dan ketepatannya. Salah satunya adalah penataan zakat, infak dan shadaqah (ZIS) secara benar dan bertanggung jawab.
Karena, Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan baik dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan ummat. Sebagai suatu ibadah pokok zakat termasuk salah satu rukun Islam yang tiga, seperti diungkapkan hadits nabi sehingga keberadaannya dianggap makhan min ad-dien bi adl-dlarurah (ketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman). Di dalam Al Qu’ran terdapat kurang lebih 27 ayat yang mensejajarkan shalat dengan kewajiban zakat, dan hanya satu kali disebutkan dalam konteks yang sama akan tetapi dalam ayat berbeda, yaitu surat Al-Mukminun ayat 2 dengan ayat 4.
Dalam Al Qur’an menyatakan bahwa kesediaan berzakat di pandang sebagai indikator utama kedudukan seseorang kepada ajaran Islam, sekaligus sebagai ciri orang yang mendapatkan kebahagiaan dan ketakwaan. Kesadaran berzakat dipandang sebagai orang yang memperhatikan hak fakir miskin dan para mustahik (orang yang berhak mendapatkan zakat) lainnya. sekaligus dipandang sebagai orang yang membersihkan, menyuburkan dan mengembangkan hartanya serta mensucikan jiwanya.
Sebaliknya Al Qur’an dan hadits Nabi memeberkan peringatan keras terhadap orang yang enggan mengeluarkannya, berhak untuk diperangi, harta bendanya akan hancur dirusak, dan apabila keengganan itu memasal, maka Allah SWT akan menurunkan ahzab Nya dalam bentuk kemarau yang panjang. Sedangkan di akhirat nanti, harta benda yang tidak dikeluarkannya akan menjadi azab bagi pemiliknya. Karena itu Khalifah Abu Bakar Siddiq bertekad untuk memerangi orang yang mau shalat tetapi secara sadar dan sengaja enggan untuk berzakat. Kengutip pendapat Abdullah bin mas’ud bahwa, barang siapa yang melaksanakan shalat tetapi enggan melaksanakan zakat, maka tidak ada shalat baginya.
B. Landasan Hukum Berzakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.
Kewajiaban menunaikan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah diwajibkannya puasa Ramadhan dan zakat Fitrah. Ayat-ayat zakat, shodaqah dan infaq yang turun di Makkah baru berupa anjuran dan penyampaiannya menggunakan metodologi pujian bagi yang melaksanakannya dan cacian atau teguran bagi yang meninggalkannya. Zakat tidak diwajibkan kepada semua nabi dan rasul, karena zakat berfungsi sebagai alat pembersih kotoran dan dosa, sedangkan para nabi dan rasul terbebas dari dosa dan kemaksiatan karena mereka mendapat jaminan penjagaan dari Allah swt.
Landasan hukum kewajiban zakat disebutkan dalam Al Qur’an, Sunnah dan Ijma Ulama.
1. Zakat dalam Al Qur’an
Surat Al-Baqaraah ayat 43: Artinya: “Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama dengan orang-orang yang ruku’”.
QS (9:35) (Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”)
Surat At-Taubah ayat 103: Artinya: “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan do’akanlah mereka karena sesungguhnya do’amu dapat memberikan ketenangan bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Surat Al An’aam ayat 141: Artinya: (Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan).
2. Sunnah
Rasulullah saw bersabda yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar: Artinya: “Islam dibangun atas lima rukun: Syahadat tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad saw utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, menunaikan haji dan puasa Ramadhan”.
Hadist diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari Ali ra: Artinya: “Sesungguhnya Allah mewajibkan (zakat) atas orang-orang kaya dari umat Islam pada harta mereka dengan batas sesuai kecukupan fuqoro diantara mereka. Orang-orang fakir tidak akan kekurangan pada saat mereka lapar atau tidak berbaju kecuali karena ulah orang-orang kaya diantar mereka. Ingatlah bahwa Allah akan menghisab mereka dengan keras dan mengadzab mereka dengan pedih”.
3. Ijma
Ulama baik salaf (klasik) maupun khalaf (kontemporer) telah sepakat akan kewajiban zakat dan bagi yang mengingkarinya berarti telah kafir dari Islam.
Keutamaan Zakat di dalam Al-Qur`an, Sunnah dan Ijma di tengah-tengah berbagai krisis ekonomi dan sosial yang sedang melanda suatu bangsa. Dapat dilihat secara lebih seksama dan sungguh-sungguh beberapa jalan keluar yang dikemukakan ajaran Islam, yang kita yakini kebenarannya dan ketepatannya, sebagaimana firman Allah SWT, di antaranya: “Kebenaran itu adalah dari Tuhan-mu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS Al-Baqarah [2]: 147), selanjutnya Al Qu’an Al-Israa’ [17]: 9) menegaskan “Sesungguhnya Al-Qur`an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” Di antara berbagai kebenaran yang diajarkan dalam Al-Qur`an, salah satunya adalah zakat. Keharusan melaksanakan zakat dengan penanganan dan penataan yang baik dan benar, akan diperoleh hasil yang signifikan.
C. Macam-Macam Zakat
Dalam perkembangan awal peradaban Islam, pemikiran ulama-ulama klasik, Zakat terbagi atas dua tipe yakni:
1. Zakat Fitrah, zakat yang wajib dikeluarkan Muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadhan. Besar Zakat ini setara dengan 2,5 kilogram makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
2. Zakat Maal (Zakat Harta), mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak serta hasil kerja (profesi). Masing-masing tipe memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.
Berangkat dari pemahaman diatas, maka kita menyaksikan perbedaan yang jauh antara dengan ulama kontenporer mengenai harta yang wajib dizakati. Karena semakin berkembangnya pola kegiatan ekonomi maka pemahaman tentang kewajiban zakatpun perlu diperdalam sehingga ruh syariat yang terkandung didalamnya dapat dirasakan tidak bertentangan dengan kemajuan tersebut. Maka pemahaman fiqh zakat kontemporer dengan mengemukakan ijtihad-ijtihad para ulama kontemporer mengenai zakat tersebut perlu difahami oleh para pengelola zakat dan orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap masalah zakat ini. Para Ulama Figh telah menguraikan lebih terperinci yang terkait dengan zakat harta termasuk zakat Perusahaan, Saham dan Profesi dan lain-lain.
Sebagaimana pandangan Dr Yusuf Qordhowi bahwa mensikapi perkembangan perekonomian yang begitu pesatnya, diharapkan adanya beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para pengelola zakat khususnya lembaga-lembaganya, yaitu berpedoman pada kaidah perluasan cakupan terhadap harta yang wajib dizakati, sekalipun tidak ada nash yang pasti dari syariah, tetapi berpedoman pada dalil yang umum.
Bahwa hasil ijtihad fiqh zakat kontemporer jumlanya hampir dua kali lipat katagori (macam-macam) harta wajib zakat yang telah diklasifikasikan oleh para ulama klasik. Katagori baru tersebut, seperti zakat madu dan produksi hewani, zakat investasi pabrik, gedung dan lain-lain. Bahkan Dr Qordhowi membagi katagori zakat kedalam sembilan katagori; zakat binatang ternak, zakat emas dan perak yang juga meliputi uang, zakat kekayaan dagang, zakat hasil pertanian meliputi tanah pertaanian, zakat madu dan produksi hewani, zakat barang tambang dan hasil laut, zakat investasi pabrik, gedung dan lain-lain, zakat pencarian, jasa dan profesi dan zakat saham serta obligasi.
D. Kewajiban Mengeluarkan Zakat
Secara eksplisit Al-Qur’an dan Hadist menyebutkan beberapa jenis harta benda yang harus dikeluarkan zakatnya, sepertinya hasil pertanian emas, dan perak, binatang ternak ( berbagai hadist nabi ), Perdagangan ( Hadist nabi ) Rikaz (Al hadist). Tetapi Al-Qur’an juga menggunakan istilah yang bersifat umum untuk harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya, apabila telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu al amwaal ( harta benda, seperti tergambar dalam QS 2 :267 ) Berdasarkan kepada nash umum tersebut dan juga ayat serta hadist lain, para ulama menganalogikan kewajiban zakat pada benda-benda dan penghasilan serta perusahaan tertentu, yang contohnya pada zaman nabi belum ada seperti zakat profesi dan zakat perusahaan.
1. Harta Benda Yang Wajib dizakati.
Para Ulama Figh Zakat berbeda pendapat tentang jenis-jenis harta benda yang wajib dizakati dalam kategori umum adalah Harta yang Halal dan Baik, untuk itu dirasa tepat apabila terlebih dahulu diketahui azas atau prinsip harta benda yang wajib dizakati :
1. Kepemilikan yang pasti (hak milik penuh) artinya harta benda tersebut sepenuh nya berada dalam kekuasaan yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya dan tidak tersangkut didalamnya hak orang lain
2. Berkembang, artinya harta benda tersebut berkembang,baik secara alami maupun dapat bertambah (berkembang) karena diusahakan/diternakkan atau dibudidaya kan oleh Manusia serta diperdagangkan
3. Melebihi kebutuhan Pokok, artinya harta benda yang dimiliki oleh seseorang tersebut melebihi kebutuhan pokok atau kebutuhan rutin oleh diri sendiri dan keluarganya untuk hidup secara wajar
4. Bersih dari hutang, artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu bersih dari hutang baik hutang kepada Allah swt (nazar,wasiat) maupun hutang kepada sesama manusia.
5. Mencapai nisab , artinya harta benda tersebut telah mencapai batas minimal wajib zakat
6. Mencapai haul, artinya harta yang dimiliki harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dalam waktu setahun (dua belas bulan) atau setiap kali panen
Keenam sayarat tersebut merupakan satu kesatuan, yakni apabila diantara salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi naka gugurlah kewajiban zakat bagi harta tersebut.
Selanjutnya Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid sebagaimana dikutip oleh Dr,KH,Sjechul hadi PermonoSH,MA menjelaskan bahwa jenis jenis harta yang wajib dizakati adalah :
1. Dari barang tambang ada dua macam: emas dan Perak yang tidak menjadi perhiasan
2. Dari binatang ada tiga macam; yaitu unta, lembu, dan kambing ( yang semuanya diternakkan dan tidak dipekerjakan)
3. Dari biji-bijian ada dua macam yaitu gandum dan sya’ir ( jelai)
4. Dari buah-buahan ada dua macam yaitu kurma dan anggur kering (kismis)
Harta benda selain yang telah disebutkan diatas parta ulama (cendekia wan muslim) masih berbeda pendapat sebab dikalangan ulama ada pendapat bahwa ajaran Islam (syariat Islam) berlaku untuk seluruh dunia dan budaya petanian, peternakan dan cara berniaga (mencari penghasilan) sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Rusyd tersebut, tidak seluruhnya ada disetiap wilayah (negara) .
Diantara jenis zakat yang telah di analogkan dalam pandangan zakat kontemporer sesuai fatwa simposium zakat International di kuwait pada tanggal 29 rajab 1404H/30 april 1994 adalah sebagai Berikut :
a. Zakat Perusahaan dan Saham
Landasan kewajiban zakat pada perusahaan berpijak pada dalil yang bersifat umum, seperti termaktub dalam firman Allah SWT surat Al Baqarah ayat 267: ” Wahai sekalian orang-orang yang beriman, nafkahkanlah ( di jalan Allah ) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…” Juga firman Allah SWT dalam surat At Taubah ayat 103 : “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka….” Juga didukung oleh sebuah hadist riwayat Imam Bukhari dari Anas bin Malik bahwasanya Abu Bakar Shidiq telah menulis surat kepadanya yang berisikan pesan tentang zakat (sabulussalam 11 :121) Artinya : ” Janganlah digabungkan sesuatu yang terpisah dan jangan pula dipisahkan sesuatu yang tergabung ( berserikat ) karena takut mengeluarkan Zakat. Dan apa-apa yang telah digabungkan dari dua orang yang telah berserikat (berkongsi), maka keduanya harus dikembalikan (diperlakukan) secara sama “.
Berdasarkan ini, keberadaan perusahaan sebagai wadah usaha kemudian menjadi badan hukum atau syakhsiyyah I’tibariyyah. Para ulama kontemporer menganalogikan zakat perusahaan ini kepada zakat perdagangan, karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi kegiatan sebuah perusahaan intinya berpijak pada kegiatan trading atau perdagangan.
Yang perlu diperhatikan dalam perhitungan zakat perusahaan adalah pentingnya melakukan berbagai koreksi atas nilai aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek yang kemudian disesuaikan dengan ketentuan syari’ah, seperti koreksi atas pendapatan bunga, dan pendapatan haram serta subhat lainnya. Sedangkan aset tetap tidak termasuk yang diperhitungkan ke dalam harta yang dikenakan zakat, karena aset tersebut tidak untuk diperjual belikan. Zakatnya adalah selisih kali 2,5%. maka pola perhitungan zakat perusahaan didasarkan pada laporan keuangan (neraca) dengan mengurangkan kewajiban lancar atas aktiva lancar. Metode perhitungan ini biasa disebut dengan metode sya’iyyah ”
Adapun mengenai zakat saham, landasan hukum kewajiban zakatnya sama dengan landasan kewajiban zakatnya pada perusahaan tersebut diatas, sebab memang saham itu terkait dengan kegiatan perusahaan. Merujuk pada hasil rumusan dan fatwa simposium zakat International bahwa zakat saham itu memperhatikan dua hal pokok: Pertama. Apabila perusahaan itu telah mengeluarkan zakatnya. maka bagi para pemegang saham perusahaan tersebut, tidak wajib lagi mengeluarkan zakatnya. Kedua, Jika perusahaan tidak mengeluarkan zakat perusahaan, maka bagi para pemegang saham wajib mengeluarkan zakatnya sesuai dengan kepemilikan saham.
b. Zakat Profesi
Zakat profesi adalah atas penghasilan yang diperoleh dari pengembangan potensi diri yang dimiliki seseorang dengan cara yang sesuai dengan syariat, seperti upah kerja rutin, profesi dokter, pengacara, Arsitek, dll. Adapun landasanya kewajibannya mengacu pada nash-nash yang bersifat umum tentang kewajiban zakat, seperti surat Al Baqarah : 267, At Taubah : 103 dan juga surat Al Ma’arij : 24-25 : ” Dan Orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (Miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)” demikian pula simposium zakat international di kuwait 1984 dalam satu rekomendasi dan fatwanya telah menetapkan kewajiban zakat profesi ini.
Dari berbagai pendapat dinyatakan bahwa landasan zakat profesi dianalogikan kepada zakat hasil pertanian yaitu dibayarkan ketika mendapatkan hasilnya, demikian juga mengenai nishabnya yaitu sebesar 2.5 % atas dasar kaidah ” Qiyas Asy-syabah ” yang dimaksud Qiya Asy-syabah adalah mengqiyaskan sesuatu dengan dua hal , yaitu zakat profesi dianalogikan pada zakat pertanian dan zakat uang (Emas perak)”.
Dengan demikian, maka segala macam harta, usaha, penghasilan dan pendapatan dari profesi apapun yang halal apabila telah memenuhi persyaratan berzakat, maka harus dikeluarkan zakatnya.
2. Yang Berhak Menerima Zakat
Zakat wajib di salurkan kepada orang-oarang yang memang berhak menerima zakat, yakni : Fakir (Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup). Miskin (Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup). Amil (Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat). Muallaf (Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya), dan Hamba Sahaya yang ingin memerdekakan dirinya. Gharimin (Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk memenuhinya), Fisabilillah (Mereka yang berjuang di jalan Allah, misal: dakwah, perang dsb) dan Ibnus Sabil (Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan).
3. Yang Tidak Berhak Menerima Zakat
Zakat tidak boleh disalurkan kepada orang yang terbukti mempunyai kekayaan. Rasulullah bersabda, “Tidak halal mengambil sedekah (zakat) bagi orang yang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan tenaga.” (HR Bukhari). Hamba sahaya, karena masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya. Keturunan Rasulullah. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya tidak halal bagi kami (ahlul bait) mengambil sedekah (zakat).” (HR Muslim). Zakat tidak boleh dibayar kepada orang yang wajib dinafkahi (anak dan Istri) oleh pembayar zakat. Zakat tidak boleh dibayar kepada selain orang muslim kecuali yang dikhususkan untuk jatah golongan orang-orang mualaf.
E. Zakat, Infak Dan Shodaqoh
Tujuan yang hendak dicapai manusia dalam beribadah hanya satu, yaitu Ridha Allah SWT. Sebagaimana perintah utama Al-Qur’an sesuai dengan firman Allah, “Hai sekalian Manusia, beribadahlah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa” al-Baqarah[2]:21.
Disamping Ibadah zakat, dikenal pula infaq dan shadaqah, yang keduanya merupakan bagian dari keimanan seseorang, artinya infaq dan shadaqah itu merupakan ciri utama orang yang benar keimanannya, ciri utama orang yang bertaqwa, ciri mu’min yang mengharapkan balasan yang abadi dari Allah. Atas dasar itu, infaq dan shadaqah sangat dianjurkan dalam segala keadaan, sesuai dengan kemampuan. Jika enggan berinfaq, maka sama halnya dengan menjatuhkan diri pada kebinasaan. Infaq dan shadaqah tidak ditentukan jumlahnya (bisa besar, kecil banyak atau sedikit) tidak ditentukan pula sasaran penggunannya, yaitu semua kebaikan yang diperintahkan ajaran Islam
Zakat, Infaq dan Shadaqah merupakan satu paket kegiatan ibadah dalam rangka mensucikan harta dan jiwa setiap muslim yang taat terhadap ajaran Islam. Zakat, Infaq dan Shadaqah secara umum merupakan ibadah yang dapat mendekatkan diri kita kepada Allah dan pada waktu yang bersamaan merupakan bekal rohani dan proses tarbiyah yang amat penting. Fitrah manusia mencintai harta dan ingin memiliki. Al Qur’an telah menegaskan hal itu: “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” (Al-Fajr:20) . Dalam penjelasan terdahulu makna terminologis dari zakat, kita telah mengetahui bahwa zakat adalah kewajiban harta yang spesifik, memiliki syarat tertentu, alokasi tertentu dan waktu tertentu. Karena itu, zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan, baik dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan ekonomi umat.
Adapun infak yaitu mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat. Infak ada yang wajib ada yang sunnah. Infak wajib diantaranya kafarat, nadzar, zakat dll. Infak sunnah diantaranya infak kepada fakir miskin sesama muslim, infak bencana alam dll. Jadi, infaq berarti mengeluarkan sebagian harta untuk kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat ada nisabnya, infaq tak mengenal Nishab. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit (Qs. Ali Imran : 134). Infaq boleh diberikan kepada siapapun, misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim dan sebagainya. (QS. 2: 215)
Sedangkan shodaqoh maknanya lebih luas dari zakat dan infak. Shodaqoh dapat bermakna infak, zakat dan kebaikan non materi. Dalam hadist riwayat Muslim, Rasulullah saw memberi jawaban kepada orang-orang miskin yang cemburu terhadap orang kaya yang banyak bershodaqoh dengan hartanya, beliau bersabda:
“Setiap tasbih adalah shodaqoh, setiap takbir shodaqoh, setiap tahmid shodaqoh, setiap tahlil shodaqoh, amar ma’ruf shodaqoh, nahi munkar shodaqoh dan menyalurkan syahwatnya pada istri juga shodaqoh”.
Shodaqoh adalah ungkapan kejujuran (shidq) iman seseorang. Dan, shadaqah memiliki arti luas, tak hanya menyangkut hal uang namun juga yang bersifat non materiil. Oleh karena itu Allah swt menggabungkan antara orang yang memberi harta dijalan Allah dengan orang yang membenarkan adanya pahala yang terbaik. Antara yang bakhil dengan orang yang mendustakan. Disebutkan dalam surat Al-Lail ayat 5-10 artinya: “Adapun orang yang memberikan (hartanya dijalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya (jalan) yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami menyiapkan baginya (jalan) yang sukar”.
Dengan mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah di jalan Allah merupakan upaya mendidik, menundukkan, dan melatih jiwa untuk mengalahkan kecintaan terhadap harta dan ketergantungan dengannya, serta menganjurkannya untuk mengasihi orang-orang fakir dan yang membutuhkan bantuan. Juga menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap masalah-masalah umat Islam, negara Islam dan perjuangan di jalan Allah. Ini semua dapat mempengaruhi pembentukan pribadi muslim yang benar dan integral.
Karenanya implementasi zakat infaq dan Shodaqoh bagi penerima, memberi manfaat yang terasa sangat nyata. Mereka benar-benar memperoleh apa yang dibutuhkan pada saat itu, yaitu berupa materi yang dapat langsung dikonsumsi, atau digunakan sebagai barang produktif, sebagai modal usaha untuk mencukupi kebutuhan sehari−hari. Selain mustahik dan muzaki, pemerintah juga memperoleh manfaat yang sangat besar, dalam merasakan keindahan zakat, infaq dan shodaqoh ini. Karena dengan terkelolanya zakat secara baik, peredaran ekonomi akan lebih merata sehingga kesenjangan sosial, dapat teratasi. Ini berarti, zakat yang berfungsi untuk pemerataan kesejahteraan ini, akan membuahkan manfaat yang lebih besar.
Disisi lain, pemahaman kaum muslimin sudah merata dan sangat faham tentang kewajiban sholat dan manfaatnya dalam membentuk kesholehan pribadi. Namun tidak demikian pemahamaannya terhadap kewajiban terhadap zakat yang berfungsi untuk membentuk keshalehan sosial. Implikasi keshalehan sosial ini sangat luas. Sehingga zakat merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin di dalam percaturan sosiopolitik, ekonomi, ilmu, dan peradaban manusia. Karena itu diperlukan penjabaran pemahanan terhadap pengertian dan hukum zakat secara komprehensif.
A. Definisi Zakat
Zakat yang merupakan kewajiban dalam rukun Islam ketiga setelah Syahadat dan Sholat. Zakat secara harfiah zaka berarti “tumbuh”, “berkembang”, “menyucikan”, atau “membersihkan”. Selain itu, kata zakat berasal dari kata bahasa Aarab ‘Zakat’ yang berarti: berkah, tumbuh, bersih dan baik , Menurut Ibnu Taimiah hati dan harta orang yang membayar zakat tersebut menjadi suci dan bersih serta berkembang secara maknawi. Seorang yang membayar zakat karena keimanannya niscaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Allah berfirman disurat At-Taubah ayat 103, artinya: “Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”. Surat Al-Baqaraah 276, artinya: “Allah memusnahkan riba dan mengembangkan sedekah”. Disebutkan dalam hadist Rasulullah saw yang diriwatkan Bukhari dan Muslim, ada malaikat yang senantiasa berdo’a setiap pagi dan sore :
Artinya: “Ya Allah berilah orang berinfak gantinya”. Dan berkata yang lain: “Ya Allah jadikanlah orang yang menahan infak kehancuran”.
Sedangkan menurut terminology Syari’ah zakat berarti Memberikan hak milik harta tertentu kepada orang yang berhak, dengan syarat-syarat tertentu atau kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dan dalam waktu tertentu. Yakni orang yang memiliki harta benda sebanyak satu nisab (batas minimal wajib zakat) diwajibkan atas dirinya untuk memberikan sebagian (jumlah tertentu) dari hak miliknya, kepada fakir miskin dan kelompok orang yang berhak menerima zakat (fakir, miskin, amil, muallaf, riqob, gharim, sabilillah dan ibnu sabil).
Zakat dalam Alquran dan hadis kadang-kadang disebut dengan sedekah, seperti firman Allah swt. yang berarti, “Ambillah zakat (sedekah) dari harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah buat mereka, karena doamu itu akan menjadi ketenteraman buat mereka.” (Q.S. At Taubah, 103). Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah saw. ketika memberangkatkan Muaz bin Jabal ke Yaman, beliau bersabda, “Beritahulah mereka, bahwa Allah mewajibkan membayar zakat (sedekah) dari harta orang kaya yang akan diberikan kepada fakir miskin di kalangan mereka.” (Hadis ini diketengahkan oleh banyak perawi).
Dengan demikian Zakat merupakan salah satu bentuk kewajiban yang harus dilaksanakan oleh orang-orang muslim, sebab zakat merupakan salah satu rukun Islam yang merupakan Ibadah kepada Allah swt dan sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan dalam wujud mengkhususkan sejumlah harta atau nilainya dari milik perorangan atau badan hukum untuk diberikan kepada yang berhak menerima dengan syarat-syarat tertentu untuk mensucikan dan mempertumbuhkan harta serta jiwa pribadi para wajib zakat, mengurangi penderitaan masyarakat, memelihara keamanan serta meningkatkan pembangunan
Firman Allah didalam alqor’an surat attaubah 9; ayat 103.
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka.Sesungguhnya do’a kamu itu menjdi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Mendengar lagi Maha mengetahui
Keterangan tersebut, sudah sepantasnya (bahkan seharusnya) apabila kita melihat secara lebih seksama dan sungguh-sungguh beberapa jalan keluar yang dikemukakan ajaran Islam, yang kita yakini kebenarannya dan ketepatannya. Salah satunya adalah penataan zakat, infak dan shadaqah (ZIS) secara benar dan bertanggung jawab.
Karena, Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan baik dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan ummat. Sebagai suatu ibadah pokok zakat termasuk salah satu rukun Islam yang tiga, seperti diungkapkan hadits nabi sehingga keberadaannya dianggap makhan min ad-dien bi adl-dlarurah (ketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman). Di dalam Al Qu’ran terdapat kurang lebih 27 ayat yang mensejajarkan shalat dengan kewajiban zakat, dan hanya satu kali disebutkan dalam konteks yang sama akan tetapi dalam ayat berbeda, yaitu surat Al-Mukminun ayat 2 dengan ayat 4.
Dalam Al Qur’an menyatakan bahwa kesediaan berzakat di pandang sebagai indikator utama kedudukan seseorang kepada ajaran Islam, sekaligus sebagai ciri orang yang mendapatkan kebahagiaan dan ketakwaan. Kesadaran berzakat dipandang sebagai orang yang memperhatikan hak fakir miskin dan para mustahik (orang yang berhak mendapatkan zakat) lainnya. sekaligus dipandang sebagai orang yang membersihkan, menyuburkan dan mengembangkan hartanya serta mensucikan jiwanya.
Sebaliknya Al Qur’an dan hadits Nabi memeberkan peringatan keras terhadap orang yang enggan mengeluarkannya, berhak untuk diperangi, harta bendanya akan hancur dirusak, dan apabila keengganan itu memasal, maka Allah SWT akan menurunkan ahzab Nya dalam bentuk kemarau yang panjang. Sedangkan di akhirat nanti, harta benda yang tidak dikeluarkannya akan menjadi azab bagi pemiliknya. Karena itu Khalifah Abu Bakar Siddiq bertekad untuk memerangi orang yang mau shalat tetapi secara sadar dan sengaja enggan untuk berzakat. Kengutip pendapat Abdullah bin mas’ud bahwa, barang siapa yang melaksanakan shalat tetapi enggan melaksanakan zakat, maka tidak ada shalat baginya.
B. Landasan Hukum Berzakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.
Kewajiaban menunaikan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah diwajibkannya puasa Ramadhan dan zakat Fitrah. Ayat-ayat zakat, shodaqah dan infaq yang turun di Makkah baru berupa anjuran dan penyampaiannya menggunakan metodologi pujian bagi yang melaksanakannya dan cacian atau teguran bagi yang meninggalkannya. Zakat tidak diwajibkan kepada semua nabi dan rasul, karena zakat berfungsi sebagai alat pembersih kotoran dan dosa, sedangkan para nabi dan rasul terbebas dari dosa dan kemaksiatan karena mereka mendapat jaminan penjagaan dari Allah swt.
Landasan hukum kewajiban zakat disebutkan dalam Al Qur’an, Sunnah dan Ijma Ulama.
1. Zakat dalam Al Qur’an
Surat Al-Baqaraah ayat 43: Artinya: “Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama dengan orang-orang yang ruku’”.
QS (9:35) (Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”)
Surat At-Taubah ayat 103: Artinya: “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan do’akanlah mereka karena sesungguhnya do’amu dapat memberikan ketenangan bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Surat Al An’aam ayat 141: Artinya: (Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan).
2. Sunnah
Rasulullah saw bersabda yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar: Artinya: “Islam dibangun atas lima rukun: Syahadat tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad saw utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, menunaikan haji dan puasa Ramadhan”.
Hadist diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari Ali ra: Artinya: “Sesungguhnya Allah mewajibkan (zakat) atas orang-orang kaya dari umat Islam pada harta mereka dengan batas sesuai kecukupan fuqoro diantara mereka. Orang-orang fakir tidak akan kekurangan pada saat mereka lapar atau tidak berbaju kecuali karena ulah orang-orang kaya diantar mereka. Ingatlah bahwa Allah akan menghisab mereka dengan keras dan mengadzab mereka dengan pedih”.
3. Ijma
Ulama baik salaf (klasik) maupun khalaf (kontemporer) telah sepakat akan kewajiban zakat dan bagi yang mengingkarinya berarti telah kafir dari Islam.
Keutamaan Zakat di dalam Al-Qur`an, Sunnah dan Ijma di tengah-tengah berbagai krisis ekonomi dan sosial yang sedang melanda suatu bangsa. Dapat dilihat secara lebih seksama dan sungguh-sungguh beberapa jalan keluar yang dikemukakan ajaran Islam, yang kita yakini kebenarannya dan ketepatannya, sebagaimana firman Allah SWT, di antaranya: “Kebenaran itu adalah dari Tuhan-mu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS Al-Baqarah [2]: 147), selanjutnya Al Qu’an Al-Israa’ [17]: 9) menegaskan “Sesungguhnya Al-Qur`an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” Di antara berbagai kebenaran yang diajarkan dalam Al-Qur`an, salah satunya adalah zakat. Keharusan melaksanakan zakat dengan penanganan dan penataan yang baik dan benar, akan diperoleh hasil yang signifikan.
C. Macam-Macam Zakat
Dalam perkembangan awal peradaban Islam, pemikiran ulama-ulama klasik, Zakat terbagi atas dua tipe yakni:
1. Zakat Fitrah, zakat yang wajib dikeluarkan Muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadhan. Besar Zakat ini setara dengan 2,5 kilogram makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
2. Zakat Maal (Zakat Harta), mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak serta hasil kerja (profesi). Masing-masing tipe memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.
Berangkat dari pemahaman diatas, maka kita menyaksikan perbedaan yang jauh antara dengan ulama kontenporer mengenai harta yang wajib dizakati. Karena semakin berkembangnya pola kegiatan ekonomi maka pemahaman tentang kewajiban zakatpun perlu diperdalam sehingga ruh syariat yang terkandung didalamnya dapat dirasakan tidak bertentangan dengan kemajuan tersebut. Maka pemahaman fiqh zakat kontemporer dengan mengemukakan ijtihad-ijtihad para ulama kontemporer mengenai zakat tersebut perlu difahami oleh para pengelola zakat dan orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap masalah zakat ini. Para Ulama Figh telah menguraikan lebih terperinci yang terkait dengan zakat harta termasuk zakat Perusahaan, Saham dan Profesi dan lain-lain.
Sebagaimana pandangan Dr Yusuf Qordhowi bahwa mensikapi perkembangan perekonomian yang begitu pesatnya, diharapkan adanya beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para pengelola zakat khususnya lembaga-lembaganya, yaitu berpedoman pada kaidah perluasan cakupan terhadap harta yang wajib dizakati, sekalipun tidak ada nash yang pasti dari syariah, tetapi berpedoman pada dalil yang umum.
Bahwa hasil ijtihad fiqh zakat kontemporer jumlanya hampir dua kali lipat katagori (macam-macam) harta wajib zakat yang telah diklasifikasikan oleh para ulama klasik. Katagori baru tersebut, seperti zakat madu dan produksi hewani, zakat investasi pabrik, gedung dan lain-lain. Bahkan Dr Qordhowi membagi katagori zakat kedalam sembilan katagori; zakat binatang ternak, zakat emas dan perak yang juga meliputi uang, zakat kekayaan dagang, zakat hasil pertanian meliputi tanah pertaanian, zakat madu dan produksi hewani, zakat barang tambang dan hasil laut, zakat investasi pabrik, gedung dan lain-lain, zakat pencarian, jasa dan profesi dan zakat saham serta obligasi.
D. Kewajiban Mengeluarkan Zakat
Secara eksplisit Al-Qur’an dan Hadist menyebutkan beberapa jenis harta benda yang harus dikeluarkan zakatnya, sepertinya hasil pertanian emas, dan perak, binatang ternak ( berbagai hadist nabi ), Perdagangan ( Hadist nabi ) Rikaz (Al hadist). Tetapi Al-Qur’an juga menggunakan istilah yang bersifat umum untuk harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya, apabila telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu al amwaal ( harta benda, seperti tergambar dalam QS 2 :267 ) Berdasarkan kepada nash umum tersebut dan juga ayat serta hadist lain, para ulama menganalogikan kewajiban zakat pada benda-benda dan penghasilan serta perusahaan tertentu, yang contohnya pada zaman nabi belum ada seperti zakat profesi dan zakat perusahaan.
1. Harta Benda Yang Wajib dizakati.
Para Ulama Figh Zakat berbeda pendapat tentang jenis-jenis harta benda yang wajib dizakati dalam kategori umum adalah Harta yang Halal dan Baik, untuk itu dirasa tepat apabila terlebih dahulu diketahui azas atau prinsip harta benda yang wajib dizakati :
1. Kepemilikan yang pasti (hak milik penuh) artinya harta benda tersebut sepenuh nya berada dalam kekuasaan yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya dan tidak tersangkut didalamnya hak orang lain
2. Berkembang, artinya harta benda tersebut berkembang,baik secara alami maupun dapat bertambah (berkembang) karena diusahakan/diternakkan atau dibudidaya kan oleh Manusia serta diperdagangkan
3. Melebihi kebutuhan Pokok, artinya harta benda yang dimiliki oleh seseorang tersebut melebihi kebutuhan pokok atau kebutuhan rutin oleh diri sendiri dan keluarganya untuk hidup secara wajar
4. Bersih dari hutang, artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu bersih dari hutang baik hutang kepada Allah swt (nazar,wasiat) maupun hutang kepada sesama manusia.
5. Mencapai nisab , artinya harta benda tersebut telah mencapai batas minimal wajib zakat
6. Mencapai haul, artinya harta yang dimiliki harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dalam waktu setahun (dua belas bulan) atau setiap kali panen
Keenam sayarat tersebut merupakan satu kesatuan, yakni apabila diantara salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi naka gugurlah kewajiban zakat bagi harta tersebut.
Selanjutnya Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid sebagaimana dikutip oleh Dr,KH,Sjechul hadi PermonoSH,MA menjelaskan bahwa jenis jenis harta yang wajib dizakati adalah :
1. Dari barang tambang ada dua macam: emas dan Perak yang tidak menjadi perhiasan
2. Dari binatang ada tiga macam; yaitu unta, lembu, dan kambing ( yang semuanya diternakkan dan tidak dipekerjakan)
3. Dari biji-bijian ada dua macam yaitu gandum dan sya’ir ( jelai)
4. Dari buah-buahan ada dua macam yaitu kurma dan anggur kering (kismis)
Harta benda selain yang telah disebutkan diatas parta ulama (cendekia wan muslim) masih berbeda pendapat sebab dikalangan ulama ada pendapat bahwa ajaran Islam (syariat Islam) berlaku untuk seluruh dunia dan budaya petanian, peternakan dan cara berniaga (mencari penghasilan) sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Rusyd tersebut, tidak seluruhnya ada disetiap wilayah (negara) .
Diantara jenis zakat yang telah di analogkan dalam pandangan zakat kontemporer sesuai fatwa simposium zakat International di kuwait pada tanggal 29 rajab 1404H/30 april 1994 adalah sebagai Berikut :
a. Zakat Perusahaan dan Saham
Landasan kewajiban zakat pada perusahaan berpijak pada dalil yang bersifat umum, seperti termaktub dalam firman Allah SWT surat Al Baqarah ayat 267: ” Wahai sekalian orang-orang yang beriman, nafkahkanlah ( di jalan Allah ) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…” Juga firman Allah SWT dalam surat At Taubah ayat 103 : “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka….” Juga didukung oleh sebuah hadist riwayat Imam Bukhari dari Anas bin Malik bahwasanya Abu Bakar Shidiq telah menulis surat kepadanya yang berisikan pesan tentang zakat (sabulussalam 11 :121) Artinya : ” Janganlah digabungkan sesuatu yang terpisah dan jangan pula dipisahkan sesuatu yang tergabung ( berserikat ) karena takut mengeluarkan Zakat. Dan apa-apa yang telah digabungkan dari dua orang yang telah berserikat (berkongsi), maka keduanya harus dikembalikan (diperlakukan) secara sama “.
Berdasarkan ini, keberadaan perusahaan sebagai wadah usaha kemudian menjadi badan hukum atau syakhsiyyah I’tibariyyah. Para ulama kontemporer menganalogikan zakat perusahaan ini kepada zakat perdagangan, karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi kegiatan sebuah perusahaan intinya berpijak pada kegiatan trading atau perdagangan.
Yang perlu diperhatikan dalam perhitungan zakat perusahaan adalah pentingnya melakukan berbagai koreksi atas nilai aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek yang kemudian disesuaikan dengan ketentuan syari’ah, seperti koreksi atas pendapatan bunga, dan pendapatan haram serta subhat lainnya. Sedangkan aset tetap tidak termasuk yang diperhitungkan ke dalam harta yang dikenakan zakat, karena aset tersebut tidak untuk diperjual belikan. Zakatnya adalah selisih kali 2,5%. maka pola perhitungan zakat perusahaan didasarkan pada laporan keuangan (neraca) dengan mengurangkan kewajiban lancar atas aktiva lancar. Metode perhitungan ini biasa disebut dengan metode sya’iyyah ”
Adapun mengenai zakat saham, landasan hukum kewajiban zakatnya sama dengan landasan kewajiban zakatnya pada perusahaan tersebut diatas, sebab memang saham itu terkait dengan kegiatan perusahaan. Merujuk pada hasil rumusan dan fatwa simposium zakat International bahwa zakat saham itu memperhatikan dua hal pokok: Pertama. Apabila perusahaan itu telah mengeluarkan zakatnya. maka bagi para pemegang saham perusahaan tersebut, tidak wajib lagi mengeluarkan zakatnya. Kedua, Jika perusahaan tidak mengeluarkan zakat perusahaan, maka bagi para pemegang saham wajib mengeluarkan zakatnya sesuai dengan kepemilikan saham.
b. Zakat Profesi
Zakat profesi adalah atas penghasilan yang diperoleh dari pengembangan potensi diri yang dimiliki seseorang dengan cara yang sesuai dengan syariat, seperti upah kerja rutin, profesi dokter, pengacara, Arsitek, dll. Adapun landasanya kewajibannya mengacu pada nash-nash yang bersifat umum tentang kewajiban zakat, seperti surat Al Baqarah : 267, At Taubah : 103 dan juga surat Al Ma’arij : 24-25 : ” Dan Orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (Miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)” demikian pula simposium zakat international di kuwait 1984 dalam satu rekomendasi dan fatwanya telah menetapkan kewajiban zakat profesi ini.
Dari berbagai pendapat dinyatakan bahwa landasan zakat profesi dianalogikan kepada zakat hasil pertanian yaitu dibayarkan ketika mendapatkan hasilnya, demikian juga mengenai nishabnya yaitu sebesar 2.5 % atas dasar kaidah ” Qiyas Asy-syabah ” yang dimaksud Qiya Asy-syabah adalah mengqiyaskan sesuatu dengan dua hal , yaitu zakat profesi dianalogikan pada zakat pertanian dan zakat uang (Emas perak)”.
Dengan demikian, maka segala macam harta, usaha, penghasilan dan pendapatan dari profesi apapun yang halal apabila telah memenuhi persyaratan berzakat, maka harus dikeluarkan zakatnya.
2. Yang Berhak Menerima Zakat
Zakat wajib di salurkan kepada orang-oarang yang memang berhak menerima zakat, yakni : Fakir (Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup). Miskin (Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup). Amil (Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat). Muallaf (Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya), dan Hamba Sahaya yang ingin memerdekakan dirinya. Gharimin (Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk memenuhinya), Fisabilillah (Mereka yang berjuang di jalan Allah, misal: dakwah, perang dsb) dan Ibnus Sabil (Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan).
3. Yang Tidak Berhak Menerima Zakat
Zakat tidak boleh disalurkan kepada orang yang terbukti mempunyai kekayaan. Rasulullah bersabda, “Tidak halal mengambil sedekah (zakat) bagi orang yang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan tenaga.” (HR Bukhari). Hamba sahaya, karena masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya. Keturunan Rasulullah. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya tidak halal bagi kami (ahlul bait) mengambil sedekah (zakat).” (HR Muslim). Zakat tidak boleh dibayar kepada orang yang wajib dinafkahi (anak dan Istri) oleh pembayar zakat. Zakat tidak boleh dibayar kepada selain orang muslim kecuali yang dikhususkan untuk jatah golongan orang-orang mualaf.
E. Zakat, Infak Dan Shodaqoh
Tujuan yang hendak dicapai manusia dalam beribadah hanya satu, yaitu Ridha Allah SWT. Sebagaimana perintah utama Al-Qur’an sesuai dengan firman Allah, “Hai sekalian Manusia, beribadahlah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa” al-Baqarah[2]:21.
Disamping Ibadah zakat, dikenal pula infaq dan shadaqah, yang keduanya merupakan bagian dari keimanan seseorang, artinya infaq dan shadaqah itu merupakan ciri utama orang yang benar keimanannya, ciri utama orang yang bertaqwa, ciri mu’min yang mengharapkan balasan yang abadi dari Allah. Atas dasar itu, infaq dan shadaqah sangat dianjurkan dalam segala keadaan, sesuai dengan kemampuan. Jika enggan berinfaq, maka sama halnya dengan menjatuhkan diri pada kebinasaan. Infaq dan shadaqah tidak ditentukan jumlahnya (bisa besar, kecil banyak atau sedikit) tidak ditentukan pula sasaran penggunannya, yaitu semua kebaikan yang diperintahkan ajaran Islam
Zakat, Infaq dan Shadaqah merupakan satu paket kegiatan ibadah dalam rangka mensucikan harta dan jiwa setiap muslim yang taat terhadap ajaran Islam. Zakat, Infaq dan Shadaqah secara umum merupakan ibadah yang dapat mendekatkan diri kita kepada Allah dan pada waktu yang bersamaan merupakan bekal rohani dan proses tarbiyah yang amat penting. Fitrah manusia mencintai harta dan ingin memiliki. Al Qur’an telah menegaskan hal itu: “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” (Al-Fajr:20) . Dalam penjelasan terdahulu makna terminologis dari zakat, kita telah mengetahui bahwa zakat adalah kewajiban harta yang spesifik, memiliki syarat tertentu, alokasi tertentu dan waktu tertentu. Karena itu, zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan, baik dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan ekonomi umat.
Adapun infak yaitu mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat. Infak ada yang wajib ada yang sunnah. Infak wajib diantaranya kafarat, nadzar, zakat dll. Infak sunnah diantaranya infak kepada fakir miskin sesama muslim, infak bencana alam dll. Jadi, infaq berarti mengeluarkan sebagian harta untuk kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat ada nisabnya, infaq tak mengenal Nishab. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit (Qs. Ali Imran : 134). Infaq boleh diberikan kepada siapapun, misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim dan sebagainya. (QS. 2: 215)
Sedangkan shodaqoh maknanya lebih luas dari zakat dan infak. Shodaqoh dapat bermakna infak, zakat dan kebaikan non materi. Dalam hadist riwayat Muslim, Rasulullah saw memberi jawaban kepada orang-orang miskin yang cemburu terhadap orang kaya yang banyak bershodaqoh dengan hartanya, beliau bersabda:
“Setiap tasbih adalah shodaqoh, setiap takbir shodaqoh, setiap tahmid shodaqoh, setiap tahlil shodaqoh, amar ma’ruf shodaqoh, nahi munkar shodaqoh dan menyalurkan syahwatnya pada istri juga shodaqoh”.
Shodaqoh adalah ungkapan kejujuran (shidq) iman seseorang. Dan, shadaqah memiliki arti luas, tak hanya menyangkut hal uang namun juga yang bersifat non materiil. Oleh karena itu Allah swt menggabungkan antara orang yang memberi harta dijalan Allah dengan orang yang membenarkan adanya pahala yang terbaik. Antara yang bakhil dengan orang yang mendustakan. Disebutkan dalam surat Al-Lail ayat 5-10 artinya: “Adapun orang yang memberikan (hartanya dijalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya (jalan) yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami menyiapkan baginya (jalan) yang sukar”.
Dengan mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah di jalan Allah merupakan upaya mendidik, menundukkan, dan melatih jiwa untuk mengalahkan kecintaan terhadap harta dan ketergantungan dengannya, serta menganjurkannya untuk mengasihi orang-orang fakir dan yang membutuhkan bantuan. Juga menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap masalah-masalah umat Islam, negara Islam dan perjuangan di jalan Allah. Ini semua dapat mempengaruhi pembentukan pribadi muslim yang benar dan integral.
Karenanya implementasi zakat infaq dan Shodaqoh bagi penerima, memberi manfaat yang terasa sangat nyata. Mereka benar-benar memperoleh apa yang dibutuhkan pada saat itu, yaitu berupa materi yang dapat langsung dikonsumsi, atau digunakan sebagai barang produktif, sebagai modal usaha untuk mencukupi kebutuhan sehari−hari. Selain mustahik dan muzaki, pemerintah juga memperoleh manfaat yang sangat besar, dalam merasakan keindahan zakat, infaq dan shodaqoh ini. Karena dengan terkelolanya zakat secara baik, peredaran ekonomi akan lebih merata sehingga kesenjangan sosial, dapat teratasi. Ini berarti, zakat yang berfungsi untuk pemerataan kesejahteraan ini, akan membuahkan manfaat yang lebih besar.
Rahasia Sholat
“Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (Alquran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut [29]: 45)
Ayat di atas begitu eksplisit menjelaskan adanya keterkaitan antara shalat dan perilaku yang ditunjukkan oleh seorang muslim. Pengaruh shalat memang tidak dapat dijadikan tolak ukur untuk menggeneralisasi dan menghukumi kepribadian semua orang. Tetapi, paling tidak dalam ayat ini Allah menjelaskan sikap seorang manusia dari sudut pandang karakter dan watak/ tabiat yang dibawanya. Shalat itu membersihkan jiwa, menyucikannya, mengkondisikan seorang hamba untuk munajat kepada Allah Swt di dunia dan taqarrub dengan-Nya di akhirat. (Jabir Al-Jazairi, 2004: 298).
Shalat sebagai salah satu bagian penting ibadah dalam Islam sebagaimana bangunan ibadah yang lain juga memiliki banyak keistimewaan. Ia tidak hanya memiliki hikmah spesifik dalam setiap gerakan dan rukunnya, namun secara umum shalat juga memiliki pengaruh drastis terhadap perkembangan kepribadian seorang muslim. Tentu saja hal itu tidak serta merta dan langsung kita dapatkan dengan instan dalam pelaksanaan shalat. Manfaatnya tanpa terasa dan secara gradual akan masuk dalam diri muslim yang taat melaksanakannya.
Shalat merupakan media komunikasi antara sang Khlalik dan seorang hamba. Media komunikasi ini sekaligus sebagai media untuk senantiasa mengungkapkan rasa syukur atas segala nikmat. Selain itu, shalat bisa menjadi media untuk mengungkapkan apapun yang dirasakan seorang hamba. Dalam psikologi dikenal istilah katarsis, secara sederhana berarti mencurahkan segala apa yang terpendam dalam diri, positif maupun negatif. Maka, shalat bisa menjadi media katarsis yang akan membuat seseorang menjadi tentram hatinya.
Keterkaitan Shalat dan Akhlak
Shalat sebagai tiang agama, penyangga bangunan megah lagi perkasa. Ia sebagai cahaya terang keyakinan, obat pelipur ragam penyakit di dalam dada dan pengendali segala problem yang membelenggu langkah-langkah kehidupan manusia. Oleh karenanya, shalat dapat mencegah perilaku keji dan munkar, menjauhkan hawa nafsu yang condong pada kejelekan untuk mencampakkannya sejauh mungkin (Asykuri, tt:137)
Ibadah Shalat yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam adalah bangunan megah indah yang memiliki sejuta ruang yang menampung semua inspirasi dan aspirasi serta ekspresi positif seseorang untuk berperilaku baik, karena perbuatan dan perkataan yang terkandung dalam shalat banyak mengandung hikmah, yang diantaranya menuntut kepada mushalli untuk meninggalkan perbuatan keji dan mungkar.
Sayangnya shalat sering dipandang hanya dalam bentuk formal ritual, mulai dari takbir, ruku’, sujud, dan salam. Sebuah kombinasi gerakan fisik yang terkait dengan tatanan fikih, tanpa ada kemuan yang mendalam atau keinginan untuk memahami hakikat yang terkandung di dalam simbol-simbol shalat. Berikut ini adalah nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam proses menjalankan ibadah shalat.
Pertama, latihan kedisiplinan. Waktu pelaksanaan shalat sudah ditentukan sehingga kita tidak boleh seenaknya mengganti, memajukan ataupun mengundurkan waktu pelaksanaannya, yang akan mengakibatkan batalnya shalat kita. Hal ini melatih kita untuk berdisiplin dan sekaligus menghargai waktu. Dengan senantiasa menjaga keteraturan ibadah dengan sunguh-sungguh, manusia akan terlatih untuk berdisiplin terhadap waktu (Toto Tasmara, 2001: 81). Dari segi banyaknya aturan dalam shalat seperti syarat sahnya, tata cara pelaksanaannya maupun hal-hal yang dilarang ketika shalat, batasan-batasan ini juga melatih kedisiplinan manusia untuk taat pada peraturan, tidak “semau gue” ataupun menuruti keinginan pribadi semata.
Kedua, latihan kebersihan, sebelum shalat, seseorang disyaratkan untuk mensycikan dirinya terlebih dahulu, yaitu dengan berwudlu atau bertayammum. Hal ini mengandung pengertian bahwa shalat hanya boleh dikerjakan oleh orang yang suci dari segala bentuk najis dan kotoran sehingga kita diharapkan selalu berlaku bersih dan suci. Di sini, kebersihan yang dituntut bukanlah secara fisik semata, akan tetapi meliputi aspek non-fisik sehingga diharapkan orang yang terbiasa melakukan shalat akan bersih secara lahir maupun batin.
Ketiga, latihan konsentrasi. Shalat melibatkan aktivitas lisan, badan, dan pikiran secara bersamaan dalam rangka menghadap ilahi. Ketika lisan mengucapkan Allahu Akbar, secara serentak tangan diangkat ke atas sebagai lambang memuliakan dan membesarkan, dan bersamaan dengan itu pula di dalam pikiran diniatkan akan shalat. Pada saat itu, semua hubungan diputuskan dengan dunia luar sendiri. Semua hal dipandang tidak ada kecuali hanya dirinya dan Allah, yang sedang disembah. Pemusatan seperti ini, yang dikerjakan secara rutin sehari lima sekali, melatih kemampuan konsentrasi pada manusia. Konsentrasi, dalam bahasa Arab disebut dengan khusyu’, dituntut untuk dapat dilakukan oleh pelaku shalat. Kekhusyukan ini sering disamakan dengan proses meditasi. Meditasi yang sering dilakukan oleh manusia dipercaya dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi dan mengurangi kecemasan.
Keempat, latihan sugesti kebaikan. Bacaan-bacaan di dalam shalat adalah kata-kata baik yang banyak mengandung pujian sekaligus doa kepada Allah. Memuji Allah artinya mengakui kelemahan kita sebagai manusia, sehingga melatih kita untuk senantiasa menjadi orang yang rendah hati, dan tidak sombong. Berdoa, selain bermakna nilai kerendahan hati, sekaligus juga dapat menumbuhkan sikap optimis dalam kehidupan. Ditinjau dari teori hypnosis yang menjadi landasan dari salah satu teknik terapi kejiwaan, pengucapan kata-kata (bacaan shalat) merupakan suatu proses auto sugesti, yang membuat si pelaku selalu berusaha mewujudkan apa yang telah diucapkannya tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Kelima, latihan kebersamaan. Dalam mengerjakan shalat sangat disarankan untuk melakukannya secara berjamaah (bersama orang lain). Dari sisi pahala, berdasarkan hadits nabi SAW jauh lebih besar bila dibandingkan dengan shalat sendiri-sendiri. Dari sisi psikologis, shalat berjamaah bisa memberikan aspek terapi yang sangat hebat manfaatnya, baik bersifat preventif maupun kuratif. Dengan shalat berjamaah, seseorang dapat menghindarkan diri dari gangguan kejiwaan seperti gejala keterasingan diri. Dengan shalat berjamaah, seseorang merasa adanya kebersamaan dalam hal nasib, kedudukan, rasa derita dan senang. Tidak ada lagi perbedaan antar individu berdasarkan pangkat, kedudukan, jabatan, dan lain-lain di dalam pelaksanaan shalat berjamaah.
Gambaran Kehidupan
Dalam gerakan shalat, kita bisa menemukan isyarat dari simbol-simbol yang terkandung dalam shalat, yaitu filsafat gerak. Seorang pribadi muslim harus bergerak, harus dinamis, karena tidak selamanya hidup ini akan qiyam (berdiri diam), perlambang kejayaan (dewasa). Suatu saat kita kita harus ruku’ (umur setengah baya), kemudian bersujud (umur pun mulai uzur). Sebaliknya, ada shalat tanpa gerak, dia berdiri kemudian salam. Itulah shalat mayit. Ini seakan memberikan isyarat bahwa pribadi yang statis, tidak ada kreativitas gerak, sesungguhnya sedang berada dalam kematian. (al-Muthawi’, 2001: 87). “Static condition means death,” kata Muhammad Iqbal.
Membudayakan Shalat Aktual
Sesungguhnya, shalat yang kita dirikan itu pada hakikatnya merupakan samudera mutiara yang mencerdaskan ruhani. Shalat menunjukkan sikap batiniyah untuk mendapatkan kekuatan, kepercayaan diri, serta keberanian untuk tegak berdiri menapaki kehidupan dunia nyata melalui perilaku yang jelas, terarah, dan memberikan pengaruh pada lingkungan. Bagi orang yang memahami makna sholat, sesungguhnya dia akan mengejar waktu amanat tersebut, karena dengan shalat, dia mempunyai kekuatan untuk hidup melaksanakan amanat Allah.
Sholat bukan hanya sekedar ritual formal, melainkan ada muatan aktual, yaitu bukti nyata yang dirasakan. Alangkah naifnya seseorang yang shalat, tetapi bibirnya penuh ucapan kebohongan. Alangkah tak berharganya makna shalat apabila tidak memberikan imbas untuk menjadi manusia yang bermanfaat dan menjauhi yang mungkar. Bila kita memberikan santunan kepada orang miskin, memperhatikan masa depan anak yatim dan derajat kaum lemah, sesungguhnya kita telah melengkapi sholat kita dari bentuk yang formal menjadi aktual, dari sikap perihatin menjadi perilaku. Inilah yang dimaksudkan dengan sholat kaffah, . Muatan moral yang dipresentasikan oleh shalat membekas di kalbu dan membentuk kecerdasan rohani yang sangat tajam yang kemudian melahirkan amal saleh, mencegah dirinya dari perbuatan keji dan mungkar.
Allahu’alam
Fathurrahman Al Katitanji
Mahasiswa FIAI, dan Mahasantri PPUII
Makna Syahadat
Makna syahadat la ilaha illallah adalah meyakini bahwa tidak ada yang berhak mendapatkan ibadah kecuali Allah, konsisten dengan pengakuan itu dan mengamalkannya. La ilaha menolak keberhakan untuk diibadahi pada diri selain Allah, siapapun orangnya. Sedangkan illallah merupakan penetapan bahwa yang berhak diibadahi hanyalah Allah. Sehingga makna kalimat ini adalah la ma’buda haqqun illallah atau tidak ada sesembahan yang benar selain Allah. Sehingga keliru apabila la ilaha illallah diartikan tidak ada sesembahan/tuhan selain Allah, karena ada yang kurang. Harus disertakan kata ‘yang benar’ Karena pada kenyataannya sesembahan selain Allah itu banyak. Dan kalau pemaknaan ‘tidak ada sesembahan selain Allah’ itu dibenarkan maka itu artinya semua peribadahan orang kepada apapun disebut beribadah kepada Allah, dan tentu saja ini adalah kebatilan yang sangat jelas.
Kalimat syahadat ini telah mengalami penyimpangan penafsiran di antaranya adalah :
Makna Muhammad Rasulullah
Rujukan : Kitab Tauhid li Shafil Awwal hal. 46
Sedangkan makna syahadat anna Muhammadar rasulullah adalah mengakui secara lahir dan batin bahwa beliau adalah hamba dan utusan-Nya yang ditujukan kepada segenap umat manusia dan harus disertai sikap tunduk melaksanakan syari’at beliau yaitu dengan membenarkan sabdanya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya dan beribadah kepada Allah hanya dengan tuntunannya.
Rukun dan Syarat Syahadat
Rujukan : Kitab Tauhid li Shafil Awwal hal. 46-48
La ilaha illallah terdiri dari dua rukun : nafi/penolakan, yaitu yang terkandung di dalam la ilaha dan itsbat/penetapan, yaitu yang terkandung dalam illallah. Maka dengan la ilaha dihapuslah segala bentuk kesyirikan dan mengharuskan mengingkari segala sesembahan selain Allah. Sedangkan dengan illallah maka ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah dan harus tunduk melaksanakannya. Ayat-ayat yang mengungkapkan dua rukun ini banyak, di antaranya adalah firman Allah tentang ucapan Nabi Ibrahim, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari semua sesembahan kalian, selain (Allah) yang telah menciptakan diriku.” (QS. az-Zukhruf : 26).
Sedangkan rukun syahadat anna Muhammad rasulullah ada dua yaitu ; pernyataan bahwa beliau adalah hamba Allah dan sebagai rasul-Nya. Beliau adalah hamba, maka tidak boleh diibadahi dan diperlakukan secara berlebihan. Dan beliau adalah rasul maka tidak boleh didustakan ataupun diremehkan. Beliau membawa berita gembira dan peringatan bagi seluruh umat manusia.
Syarat-syarat la ilaha illallah adalah :
Rujukan : Kitab Tauhid li Shafil Awwal hal. 50 dengan sedikit perubahan dan penambahan
Konsekuensi syahadat la ilaha illallah adalah meninggalkan segala bentuk peribadahan dan ketergantungan hati kepada selain Allah. Selain itu ia juga melahirkan sikap mencintai orang yang bertauhid dan membenci orang yang berbuat syirik. Sedangkan konsekuensi syahadat Muhammad Rasulullah adalah menaati Nabi, membenarkan sabdanya, meninggalkan larangannya, beramal dengan sunnahnya dan meninggalkan bid’ah, serta mendahulukan ucapannya di atas ucapan siapapun. Selain itu, ia juga melahirkan sikap mencintai orang-orang yang taat dan setia dengan sunnahnya dan membenci orang-orang yang durhaka dan menciptakan perkara-perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada tuntunannya.
Kalimat syahadat ini telah mengalami penyimpangan penafsiran di antaranya adalah :
- Pemaknaan la ilaha illalah dengan ‘la ma’buda illallah’ tidak ada sesembahan selain Allah, hal ini jelas salahnya karena yang disembah oleh orang tidak hanya Allah namun beraneka ragam
- Pemaknaan la ilaha illallah dengan ‘la khaliqa illallah’ tidak ada pencipta selain Allah. Makna ini hanya bagian kecil dari kandungan la ilaha illallah dan bukan maksud utamanya. Sebab makna ini hanya menetapkan tauhid rububiyah dan itu belumlah cukup.
- Pemaknaan la ilaha illallah dengan ‘la hakimiyata illallah’ tidak ada hukum kecuali hukum Allah, maka inipun hanya sebagian kecil maknanya bukan tujuan utama dan tidak mencukupi.
Makna Muhammad Rasulullah
Rujukan : Kitab Tauhid li Shafil Awwal hal. 46
Sedangkan makna syahadat anna Muhammadar rasulullah adalah mengakui secara lahir dan batin bahwa beliau adalah hamba dan utusan-Nya yang ditujukan kepada segenap umat manusia dan harus disertai sikap tunduk melaksanakan syari’at beliau yaitu dengan membenarkan sabdanya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya dan beribadah kepada Allah hanya dengan tuntunannya.
Rukun dan Syarat Syahadat
Rujukan : Kitab Tauhid li Shafil Awwal hal. 46-48
La ilaha illallah terdiri dari dua rukun : nafi/penolakan, yaitu yang terkandung di dalam la ilaha dan itsbat/penetapan, yaitu yang terkandung dalam illallah. Maka dengan la ilaha dihapuslah segala bentuk kesyirikan dan mengharuskan mengingkari segala sesembahan selain Allah. Sedangkan dengan illallah maka ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah dan harus tunduk melaksanakannya. Ayat-ayat yang mengungkapkan dua rukun ini banyak, di antaranya adalah firman Allah tentang ucapan Nabi Ibrahim, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari semua sesembahan kalian, selain (Allah) yang telah menciptakan diriku.” (QS. az-Zukhruf : 26).
Sedangkan rukun syahadat anna Muhammad rasulullah ada dua yaitu ; pernyataan bahwa beliau adalah hamba Allah dan sebagai rasul-Nya. Beliau adalah hamba, maka tidak boleh diibadahi dan diperlakukan secara berlebihan. Dan beliau adalah rasul maka tidak boleh didustakan ataupun diremehkan. Beliau membawa berita gembira dan peringatan bagi seluruh umat manusia.
Syarat-syarat la ilaha illallah adalah :
- Mengetahui maknanya, lawan dari bodoh
- Meyakininya, lawan dari ragu-ragu
- Menerimanya, lawan dari menolak
- Tunduk kepadanya, lawan dari membangkang
- Ikhlas dalam beribadah, lawan dari syirik
- Jujur dalam mengucapkannya, lawan dari dusta
- Mencintai isinya dan tidak membencinya
- Mengakui risalahnya secara lahir dan batin
- Mengucapkan dan mengakuinya dengan lisan
- Mengikutinya, yaitu dengan mengamalkan kebenaran yang beliau bawa dan meninggalkan kebatilan yang beliau larang
- Membenarkan beritanya, baik yang terkait dengan perkara gaib di masa silam atau masa depan
- Mencintai beliau lebih dalam daripada kecintaan terhadap diri sendiri, harta, anak, orang tua dan seluruh umat manusia
- Menjunjung tinggi sabdanya di atas semua ucapan manusia dan mengamalkan sunah/tuntunannya
Rujukan : Kitab Tauhid li Shafil Awwal hal. 50 dengan sedikit perubahan dan penambahan
Konsekuensi syahadat la ilaha illallah adalah meninggalkan segala bentuk peribadahan dan ketergantungan hati kepada selain Allah. Selain itu ia juga melahirkan sikap mencintai orang yang bertauhid dan membenci orang yang berbuat syirik. Sedangkan konsekuensi syahadat Muhammad Rasulullah adalah menaati Nabi, membenarkan sabdanya, meninggalkan larangannya, beramal dengan sunnahnya dan meninggalkan bid’ah, serta mendahulukan ucapannya di atas ucapan siapapun. Selain itu, ia juga melahirkan sikap mencintai orang-orang yang taat dan setia dengan sunnahnya dan membenci orang-orang yang durhaka dan menciptakan perkara-perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada tuntunannya.
Donor Darah, Bolehkah ?
Apa hukumnya donor darah?
Syaikh Al-Allamah Muhammad bin Ibrahim Aali Syaikh rahimahullah secara khusus menjawab pertanyaan di atas sebagai berikut:
Ada tiga perkara yang harus dibicarakan untuk menjawab pertanyaan di atas:
Pertama: Siapakah orang yang menerima darah yang didonorkan itu?
Kedua: Siapakah orang yang mendonorkan darahnya itu?
Ketiga: Instruksi siapakah yang dipegang dalam pendonoran darah itu?
Masalah pertama: Yang boleh menerima darah yang didonorkan adalah orang yang berada dalam keadaan kritis karena sakit ataupun terluka dan sangat memerlukan tambahan darah. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. (QS. 2:173)
Dalam ayat lain Allah berfirman:
Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 5:3)
Dalam ayat lain Allah juga berfirman:
“Dan sungguh telah dijelaskan kepadamu apa-apa yang diharamkan atasmu kecuali yang terpaksa kamu memakannya.”
Bentuk pengambilan dalil dari ayat di atas bahwasanya jikalau keselamatan jiwa pasien karena sakit atau luka sangat tergantung kepada darah yang didonorkan oleh orang lain dan tidak ada zat makanan atau obat-obatan yang dapat menggantikannya untuk menyelamatkan jiwanya maka dibolehkan mendonorkan darah kepadanya. Dan hal itu dianggap sebagai pemberian zat makanan bagi si pasien bukan sebagai pemberian obat. Dan memakan makanan yang haram dalam kondisi darurat boleh hukumnya, seperti memakan bangkai bagi orang yang terpaksa memakannya.
Kedua: Boleh mendonorkan darah jika tidak menimbulkan bahaya dan akibat buruk terhadap si pendonor darah, berdasarkan hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam :
“Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan jiwa dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.”
Ketiga: Instruksi yang dipegang dalam pendonoran darah itu adalah instruksi seorang dokter muslim. Jika tidak ada, maka kelihatannya tidak ada larangan mengikuti instruksi dokter non muslim, baik dokter itu Yahudi, Nasrani ataupun selainnya. Dengan catatan ia adalah seorang yang ahli dalam bidang kedokteran dan dipercaya banyak orang. Dasarnya adalah sebuah riwayat dalam kitab Ash-Shahih bahwasanya Rasulullah menyewa seorang lelaki dari Bani Ad-Diel sebagai khirrit sementara ia masih memeluk agama kaum kafir Quraisy. Khirrit adalah penunjuk jalan (guide) yang mahir dan mengenal medan. (H.R Al-Bukhari No:2104)
Silakan lihat fatwa Syaikh Muhammad bin Ibrahim.
Lembaga tertinggi Majelis Ulama juga mengeluarkan fatwa berkenaan dengan masalah ini sebagai berikut:
Pertama: Boleh hukumnya mendonorkan darah selama tidak membahayakan jiwanya dalam kondisi yang memang dibutuhkan untuk menolong kaum muslimin yang benar-benar membutuhkannya.
Kedua: Boleh hukumnya mendirikan Bank donor darah Islami untuk menerima orang-orang yang bersedia mendonorkan darahnya guna menolong kaum muslimin yang membutuhkannya. Dan hendaknya bank tersebut tidak menerima imbalan harta dari si sakit ataupun ahli waris dan walinya sebagai ganti darah yang di donorkan. Dan tidak dibolehkan menjadikan hal itu sebagai lahan bisnis untuk mencari keuntungan, karena hal itu berkaitan dengan kemaslahatan umum kaum muslimin.
Kredit Menurut Islam
Pengertian jual beli kredit
Jual beli dalam pengertian istilah adalah pertukaran harta dengan harta untuk tujuan memiliki dengan ucapan ataupun perbuatan.
Adapun kredit yang dalam bahasa arab disebut تقسيط dalam pengertian bahasa adalah bagian, jatah atau membagi-bagi.
Dalam Mu’jamul Wasith 2/140 dikatakan : “Mengkredit hutang artinya adalah membayar hutang tersebut dengan cicilan yang sama pada beberapa waktu yang ditentukan.”
Adapun pengertian jual beli kredit secara istilah adalah menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, dengan cara memberikan cicilan dalam jumlah-jumlah tertentu dalam beberapa waktu secara tertentu, lebih mahal dari harga kontan.
Atau mungkin bisa dikatakan bahwa jual beli kredit adalah :
“Pembayaran secara tertunda dan dalam bentuk cicilan dalam waktu-waktu yang ditentukan.”
bahwa definisi yang kedua lah yang lebih tepat karena inti dari jual beli kredit adalah pembayaran yang tertunda dengan cara cicilan, bisa dengan adanya tambahan harga ataupun tidak, meskipun memang biasanya jual beli kredit itu memang dengan adanya tambahan harga dari yang kontan.
“Pembayaran secara tertunda dan dalam bentuk cicilan dalam waktu-waktu yang ditentukan.”
bahwa definisi yang kedua lah yang lebih tepat karena inti dari jual beli kredit adalah pembayaran yang tertunda dengan cara cicilan, bisa dengan adanya tambahan harga ataupun tidak, meskipun memang biasanya jual beli kredit itu memang dengan adanya tambahan harga dari yang kontan.
Hukum Jual beli kredit
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum jual beli kredit yang ada pada zaman ini menjadi dua pendapat, yatu :
1. Jual beli kredit di haramkan
Diantara yang berpendapat demikian dari kalangan ulama’ kontemporer adalah Imam Al Albani yang beliau cantumkan dalam banyak kitabnya, diantaranya Silsilah Ahadits Ash Shohihah 5/419-427 juga murid beliau Syaikh Salim Al Hilali dalam Mausu’ah Al Manahi Asy Syar’iyah 2/221 dan juga lainnya.
Dari Abu Huroiroh dari Rosululloh bahwasannya beliau melarang dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli.”
(HR. Turmudli 1331, Nasa’I 7/29, Amad 2/432, Ibnu Hibban 4973 dengan sanad hasan)
Dalam riwayat lainnya dengan lafadl : “Barang siapa yang melakukan dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli, maka dia harus mengambil harga yang paling rendah, kalau tidak akan terjerumus pada riba.”
(HR. Abu Dawud 3461, Hakim 2/45 dengan sanad hasan)
Hadits yang senada juga datang dari Abdulloh bin Amr bin Ash dan Abdulloh bin mas’ud dan lainnya . Lihat Irwa’ul Gholil oleh Imam Al Albani
Tafsir dari larangan Rosululloh “Dua transaksi jual beli daam satu transaksi” adalah ucapan seorang penjual atau pembeli : “Barang ini kalau tunai harganya segini sedangkan kalau kredit maka harganya segitu.”
Penafsiran ini datang dari banyak ulama’, yaitu :
Penafsiran ini datang dari banyak ulama’, yaitu :
Sammak bin Harb, salah seorang perowi hadits ini, Abdul Wahhab bin Atho’, Ibnu Sirin, Thowus, Sufyan Ats Tsauri, Al Auza’i, Ibnu Qutaibah, Nasa’i, Ibnu Hibban.
Berkata Syaikh Salim Al Hilali :
“Penafsiran ini adalah yang paling shohih, karena sebab berikut :
· Bahwasanya tafsir seorang perowi hadits itu lebih didahulukan daripada lainnya.
· Ini adalah yang difahami oleh kebanyakan ulama’ dari kalangan ahli hadits.
· Ini juga yang difahami oleh para uilama’ bahasa dan ulama’ tabi’in.
(Al Manahi Asy Syariyah 2/221-222)
Maka dapat disimpulkan bahwa ucapan seseorang : “Saya jual barang ini padamu kalau kontan harganya sekian dan kalau ditunda pembayarannya harganya sekian.” Adalah sistem jual beli yang saat ini dikenal dengan nama jual beli kredit.
2. Jual beli kredit diperbolehkan
Adapun pendapat yang kedua mengatakan bahwa jual beli kredit diperbolehkan, diantara yang berpendapat demikian dikalangan para ulama’ adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qoyyim, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, Syaikh Al Jibrin dan lainnya. Namun kebolehan jual beli ini menurut para ulama’ yang memperbolehkannya harus memenuhi beberapa syarat tertentu yang insya Alloh kita sebutkan di belakang.
Mereka berhujjah dengan beberapa dalil berikut yang bisa diklasifikasikan menjadi beberapa bagian :
Pertama :
Dalil-dalil yang memperbolehkan jual beli dengan pembayaran tertunda.
- Firman Alloh Ta’ala :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya…”
(QS. Al Baqoroh : 272)
Imam Al Qurthubi menerangkan :
“Artinya, kebiasaan masyarakat Madinah melakukan jual beli salam adalah penyebab turunnya ayat ini, namun kemudian ayat ini berlaku untuk segala bentuk pinjam meminjam berdasarkan ijma’ ulama’.”
(Tafsir Al Qurthubi 3/243)
- Hadits Rosululloh :
“Dari Aisyah berkata : “Sesungguhnya Rosululloh membeli makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran tertunda. Beliau memberikan baju besi beliau kepada orang tersebut sebagai gadai
(HR. Bukhori 2068, Muslim 1603)
Hadits ini tegas bahwa Rosululloh mendapatkan barang kontan namun pembayarannya tertunda.
Kedua :
Dalil-dalil yang menunjukkan dibolehkannya memberikan tambahan harga karena penundaan pembayaran atau karena penyicilan.
- Firman Alloh Ta’ala :
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”
(QS. An Nisa’ : 29)
Keumuman ayat ini mencakup jual beli kontan dan kredit, maka selagi jual beli kredit dilakukan dengan suka sama suka maka masuk dalam apa yang diperbolehkan dalam ayat ini.
- Hadits Rosululloh :
Dari Abdulloh bin Abbas berkata : “Rosululloh dartang ke kota Madinah, dan saat itu penduduk Madinah melakukan jual beli buah-buahan dengan cara salam dalam jangka satu atau dua tahun, maka beliau bersabda : “Barang siapa yang jual beli salam maka hendaklah dalam takaran yang jelas, timbangan yang jelas sampai waktu yang jelas.”
(HR. Bukhori 2241, Muslim 1604)
Pengambilan dalil dari hadits ini, bahwa Rosululloh membolehkan jual beli salam asalkan takaran dan timbangan serta waktu pembayarannya jelas, padahal biasanya dalam jual beli salam uang untuk membeli itu lebih sedikit daripada kalau beli langsung ada barangnya. Maka begitu pula dengan jual beli kredit yang merupakan kebalikannya yaitu barang dahulu dan uang belakangan meskipun lebih banyak dari harga kontan.
Ketiga :
Dalil Ijma’
Sebagian Ulama’ mengklaim bahwa dibolehkannya jual beli dengan kredit dengan perbedaan harga adalah kesepakatan para ulama’. Di antara mereka adalah :
1. Syaikh Bin Baz saat menjawab pertanyaan tentang hukum menjual karung gula dan sejenisnya seharga 150 real secara kredit, yang nilainya sama dengan 100 real tunai. Maka beliau menjawab :
“Transaksi seperti ini boleh-boleh saja, karena jual beli kontan tidak sama dengan jual beli berjangka. Kaum muslimin sudah terbiasa melakukannya sehingga menjadi ijma’ dari mereka atas diperbolehkannya jual beli seperti itu. Sebagian ulama’ memang berpendapat aneh dengan melarang pemanmbahan harga karena pembayaran berjangka, mereka mengira bahwa itu termasuk riba. Pendapat ini tidak ada dasarnya, karena transaksi seperti itu tidak mengandung riba sedikitpun.”
(Ahkamul Fiqh oleh Syaikh Abduloh Al Jarulloh hal : 57-58)
2. Syaikh Muhammad Sholih Al Utsaimin
Beliau berkata dalam Al Mudayanah hal : 4 :
Beliau berkata dalam Al Mudayanah hal : 4 :
“Macam-macam hutang piutang :
· seseorang membutuhkan untuk membeli barang namun dia tidak mempunyai uang kontan, maka dia membelinya dengan pembayaran tertunda dalam tempo tertentu namun dengan adanya tambahan harga dari harga kontan. Ini diperbolehkan. Misalnya : Seseorang membeli rumah untuk ditempati atau untuk disewakan seharga 10.000 real sampai tahun depan, yang mana seandainya dijual kontan akan seharga 9.000 real, atau seseorang membeli mobil baik untuk dipakai sendiri atau disewakan seharga 10.000 real sampai tahun depan, yang mana harga kontannya adalah 9.000 real. Masalah ini tercakup dalam firman Alloh Ta’ala :
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian berhutang piutang sampai waktu tertentu, maka catatlah.”
(QS. Al Baqoroh : 282)
· Seseorang membeli barang dengan pembayaran tertunda sampai waktu tertentu dengan tujuan untuk memperdagangkannya. Misal seseorang membeli gandum dengan pembayaran tertunda dan lebih banyak dari harga kontan untuk menjualnya lagi ke luar negeri atau untuk menunggu naiknya harga atau lainnya, maka ini diperbolehkan karena juga tercakup dalam ayat terdahulu. Dan telah berkata Syaikhul islam Ibnu Taimiyah tentang dua bentuk ini adalah diperbolehkan berdasarkan Al Kitab, as sunnah dan kesepakatan ulama’ (4)
(Majmu’ Fatawa 29/499).”
Keempat :
Dalil qiyas
Sebagaimana yang telah lewat bahwasannya jual beli kredit ini dikiaskan dengan jual beli salam yang dengan tegas diperbolehkan Rosululloh, karena ada persamaan, yaitu sama-sama tertunda. hanya saja jual beli salam barangnya yang tertunda, sedangkan kredit uangnya yang tertunda. Juga dalam jual beli salam tidak sama dengan harga kontan seperti kredit juga hanya bedanya salam lebih murah sedangkan kredit lebih mahal.
Kelima :
Dalil Maslahat
Jual beli kedit ini mengandung maslahat baik bagi penjual maupun bagi pembeli. Karena pembeli bisa mengambil keuntungan dengan ringannya pembayaran karena bisa diangsur dalam jangka waktu tertentu dan penjual bisa mengambil keuntungan dengan naiknya harga, dan ini tidak bertentangan dengan tujuan syariat yang memang didasarkan pada kemaslahatan ummat.
Pendapat yang rajih
Dari pemaparan kedua madzhab diatas dapat ditarik garis kesimpulan bahwa letak permasalah hukum jual beli kredit ini terletak pada apakah hal ini masuk dalam larangan dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli.” Ataukah tidak ? dalam arti lain apakah ada penambahan harga sebagai konsekuensi dari ditundanya pembayaran, ataukah tidak.
Oleh karena itu kalau ada sebuah kredit yang tidak adanya perubahan harga dari kontannya maka keluar dari pembahasan ini, dan hukumnya jelas kehalalannya.
Yang Jadi perbincangan dikalangan ulama’ adalah kredit yang berbeda harga dengan seandainya dibayar kontan.
Sanggahan terhadap para ulama’ yang mengharamkannya
Hadist tentang larangan dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli sama sekali tidak bisa dibawa dalam masalah ini, karena seorang penjual kalau mengatakan : “Saya menjual barang ini kalau tunai dengan harga Rp 100.000,- misalnya sedangkan kalau dibayar sampai tahun depan dengan harga Rp 120.000,-.”
Maka ini ada dua kemungkinan :
- Saat masih tawar menawar, maksudnya saat pembeli masih menimbang-nimbang apakah dia memilih yang tunai ataukah yang tahun depan, maka ini adalah proses tawar menawar. Dan sudah maklum bahwa proses tawar menawar bukan jual beli.
- Kalau kemudian pembeli mengatakan : “Saya membelinya dengan Rp 120.000,- sampai tahun depan, setiap bulannya insya Alloh akan saya bayar 10.000,-, maka ini adalah satu transaksi jual beli bukan dua.
Adapun penafsiran Sammak bin Harb, dikomentari oleh Imam Ibnul Qoyyim :
“Penafsiran ini lemah, karena tidak ada riba dalam bentuk semacam ini, dan transaksi itu tidak mengandung dua transaksi, tetapi hanya satu transaksi saja dengan salah satu dari dua harga.”
(Lihat Tahdzib Sunan Abi Dawud 9/237)
Sekarang mari kita lihat penafsiran para ulama’ tentang hadits Abu Huroiroh tersebut:
Berkata Imam Turmudli :
“Itulah yang menjadi amalan para ulama’. Sebagian para ulama’ bahkan menafsirkan bahwa yang disebut sebagai dua jual beli dalam satu jual beli adalah seperti yang mengatakan : “Saya menjual baju ini kepada anda dengan harga sepuluh dinar tunai, atau dua puluh dinar dengan pembayaran tertunda.” Sementara hingga mereka berpisah, mereka tidak mengambil salah satu dari dua transaksi tersebut. Kalau si pembeli mengambil salah satu transaksi itu saja saat berpisah, maka hukumnya mubah, yakni bila transaksi hanya berlaku untuk salah satu dari jual beli tersebut.”
(Sunan Tirmidli 3/524)
Imam Al Khothobi berkata :
“Penafsiran tentang larangan dua jual beli dalam satu jual beli memiliki dua sudut pandang:
· pertama : Seseorang yang berkata : saya menjual pakaian ini kepada anda seharga sepuluh dinar kontan dan lima belas dinar kredit.” Bentuk semacam ini tidak diperbolehkan, karena tidak diketahui mana harga yang dipilih oleh pembeli dan transaksi mana yang dilakukan. Kalau harga tidak diketahui, jual beli otomatis batal.
· Kedua : Orang yang berkata : saya menjual budak ini kepada anda seharga dua puluh dinar dengan syarat anda menjual budak wanita anda kepada saya seharga sepuluh dinar.” Jual beli seperti ini jelas rusak.
Adapun apabila seseorang menjual dua barang dengan satu harga, seperti menjual sebuah rumah plus sepotong pakaian, hukumnya mubah saja. Bukan termasuk dua jual beli dalam satu jual beli.
Kemudian beliau menukil beberapa riwayat dari ulama’ lain lalu berkata : “Tapi kalau diselesaikan dengan satu transaksi saja, hukumnya sah, tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini.”
Kemudian beliau menukil beberapa riwayat dari ulama’ lain lalu berkata : “Tapi kalau diselesaikan dengan satu transaksi saja, hukumnya sah, tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini.”
(Ma’alalimus sunan 9/238)
Fatwa para ulama’ seputar jual beli kredit
Ini adalah pendapat para ulama’ kontemporer mengenai masalah ini :
Fiqh Hanafiyah
Harga bisa dinaikkan karena penundaan waktu. Penjualan kontan dengan kredit tidak bisa disamakan. Karena yang ada pada saat ini lebih bernilai dari pada yang belum ada. Pembayaran kontan lebih baik dari pada pembayaran berjangka. (Lihat Badai’ush Shona’I 5/187)
Dalam Hasyiyah Ibnu Abidin 5/142 : “Bisa saja harga ditambahkan karena penundaan pembayaran.”
Fiqh Malikiyah
Imam Az Zarqoni menegaskan :
“Karena perputaran waktu memang memiliki bagian nilai, sedikit atau banyak, tentu berbeda pula nilainya.
(Hasyiyah Az Zarqoni 3/165)
Fiqh Syafi’iyah
Imam Asy Syirozi berkata :
“Kalau seseorang membeli sesuatu dengan pembayaran tertunda, tidak perlu diberitahu harga kontannya, karena penundaan pembayaran memang memiliki nilai tersendiri.”
( Al Majmu An Nawawi 13/16)
Fiqh Hanbali
Imam Ibnu Taimiyah berkata :
“Putaran waktu memang memiliki jatah harga.”
(Majmu’ Fatawa 19/449)
Adab dalam jual beli kredit
Ada beberapa adab yang harus diperhatikan tatkala seseorang itu melakukan jual beli sistem kredit, yaitu :
Pertama : Adab penjual
1. Tidak memanfaatkan kebutuhan masyarakat terhadap kredit dan sejenisnya dengan melipat gandakan keuntungan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang seseorang yang memiliki seekor kuda yang dibelinya dengan harga seratus delapan puluh dirham, lalu datang orang lain hendak membeli darinya seharga tiga ratus dirham dengan pembayaran tertunda selama tiga bulan, apakah ini halal ?
Beliau menjawab :
“Alhamdulilah, kalau kuda yang dibelinya itu untuk digunakan sendiri atau untuk diperjual belikan, boleh boleh saja ia menjualnya kembali dengan pembayaran tertunda. Akan tetapi yang dituntut disini adalah agar dia hanya mengambil untung sewajarnya, tidak boleh melebihkan keuntungan karena kondisi pembeli yang sangat membutuhkan.”
2.Bisa memahami keadaan pembeli secara kredit
Terkadang seseorang membeli secara kredit karena memang dalam kedaaan kepepet, sangat membutuhkan barang tersebut padahal dia tidak memiliki harga tunai. Maka dalam kondisi saat ini si penjual harus bisa memahaminya.
Alloh Ta’ala berfirman :
“Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia mendapatkan kelapangan.”
(QS. Al Baqoroh : 280)
Rosululloh bersabda :
“Alloh mencintai seorang hamba yang lapang dada saat membeli, saat menjual dan saat membayar hutang.”
(HR. Bukhori 2076)
Kedua : Adab pembeli
1. Tidak nekad melakukan pembelian secara kredit kecuali bila bertekad kuat menyelesaikan cicilannya karena memiliki kelebihan penghasilan dari kebutuhan primernya. Karena hukum orang yang membeli kredit adalah hukum orang yang berhutang, yang mana jangan sampai melakukannya kecuali kalau terpaksa.
Dari Abu Huroiroh dar Rosululloh bersabda :
“Barang siapa yang mengambil harta orang lain namun dia bertekad untuk membayarnya, maka Alloh akan memudahkan pembayarannya, namun barang siapa yag mengambil harta orang lain untuk menghanguskannya , maka Alloh akan menghanguskannya.”
(HR. Bukhori 2387)
2. Tidak menggampangkan urusan jual beli kredit
karena fenomena yang berkembang ada sebagian orang yang membeli secara kredit barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dia butuhkan. Misalnya alat-alat masak modern, baju, almari dan lainnya, padahal dia sudah memiliki yang mencukupi di rumahnya meskipun mungkin lebih jelek. Jangan sampai membeli dengan sistem kredit ini kecuali kalau benar-benar mendesak untuk melakukannya.
3. Mencatat kredit dan ada saksi
Sebagaiman firman Alloh :
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian berhutang sampai waktu tertentu, maka tulislah.”
(QS. Al Baqoroh : 282)
4.Melunasi angsuran kreedit dengan baik serta tidak mengulur-ulurnya.
Rosululloh bersabda :
“Orang yang terbaik adalah orang yang terbaik cara melunasi hutangnya.”
(HR. Bukhori 2305)
karena orang yang mampu membayar namun mengulur-ulur waktu pembayarannya adalah sebuah kedloliman.
Dari Abu Huroiroh berkarta : “Rosululloh bersabda :
“Orang kaya yang menunda-nunda waktu pembayaran adalah kedloliman.”
(HR. Bukhori Muslim)
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, bisa ditarik garis kesimpulan sebagai berikut :
- Kredit adalah Pembayaran secara tertunda dan dalam bentuk cicilan dalam waktu-waktu yang ditentukan.
- Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini, ada yang mengharamkan dan ada yang membolehkan.
- Yang rajih –wallahu a’lam- adalah dibolehkannya jual beli kredit dengan beberapa syarat dan ketentuan.
- Ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan bagi pelaku jual beli kredit.
- Perhatikan adab-adab penjual dan pembeli sistem kredit.
Akhirnya hanya kepada Alloh saya berserah diri. Kalau ada dalam tulisan ini yang benar maka itu hanyalah keutamaan Alloh yang dicurahkan kepada siapa saja yang dikehendaki, namun jika ada yang tidak benar maka itu adalah dari saya pribadi dan dari syaithon.
Langganan:
Postingan (Atom)