Dalam masyarakat muslim, fiqhi di pahami bukan hanya sebagai aturan formal yang mengatur interaksi antar manusia, tetapi memiliki pengertian yang lebih luas menyakngkut tatalitas aturan yang diterapkan dalam segenap aspek kehidupan. Karena kedudukannya sehingga turut menentukan pandangan hidup dan tingkah laku masyarakat muslim, termasuk dalam memahami dan memaknai kewajiban menjalankan ibadah zakat. Sehingga dalam masyarakat Islam, ajaran zakat sudah mulai terlupakan dan disempitkan artinya. Zakat seolah-olah hanya merupakan kewajiban individu dan dilaksanakan dalam rangka menggugurkan kewajiban individu terhadap perintah Allah ini. Sehingga zakat menjadi apa yang sering disebut sebagai ibadah mahzhah individu kaum muslimin.
Disisi lain, pemahaman kaum muslimin sudah merata dan sangat faham tentang kewajiban sholat dan manfaatnya dalam membentuk kesholehan pribadi. Namun tidak demikian pemahamaannya terhadap kewajiban terhadap zakat yang berfungsi untuk membentuk keshalehan sosial. Implikasi keshalehan sosial ini sangat luas. Sehingga zakat merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin di dalam percaturan sosiopolitik, ekonomi, ilmu, dan peradaban manusia. Karena itu diperlukan penjabaran pemahanan terhadap pengertian dan hukum zakat secara komprehensif.
A. Definisi Zakat
Zakat yang merupakan kewajiban dalam rukun Islam ketiga setelah Syahadat dan Sholat. Zakat secara harfiah zaka berarti “tumbuh”, “berkembang”, “menyucikan”, atau “membersihkan”. Selain itu, kata zakat berasal dari kata bahasa Aarab ‘Zakat’ yang berarti: berkah, tumbuh, bersih dan baik , Menurut Ibnu Taimiah hati dan harta orang yang membayar zakat tersebut menjadi suci dan bersih serta berkembang secara maknawi. Seorang yang membayar zakat karena keimanannya niscaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Allah berfirman disurat At-Taubah ayat 103, artinya: “Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”. Surat Al-Baqaraah 276, artinya: “Allah memusnahkan riba dan mengembangkan sedekah”. Disebutkan dalam hadist Rasulullah saw yang diriwatkan Bukhari dan Muslim, ada malaikat yang senantiasa berdo’a setiap pagi dan sore :
Artinya: “Ya Allah berilah orang berinfak gantinya”. Dan berkata yang lain: “Ya Allah jadikanlah orang yang menahan infak kehancuran”.
Sedangkan menurut terminology Syari’ah zakat berarti Memberikan hak milik harta tertentu kepada orang yang berhak, dengan syarat-syarat tertentu atau kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dan dalam waktu tertentu. Yakni orang yang memiliki harta benda sebanyak satu nisab (batas minimal wajib zakat) diwajibkan atas dirinya untuk memberikan sebagian (jumlah tertentu) dari hak miliknya, kepada fakir miskin dan kelompok orang yang berhak menerima zakat (fakir, miskin, amil, muallaf, riqob, gharim, sabilillah dan ibnu sabil).
Zakat dalam Alquran dan hadis kadang-kadang disebut dengan sedekah, seperti firman Allah swt. yang berarti, “Ambillah zakat (sedekah) dari harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah buat mereka, karena doamu itu akan menjadi ketenteraman buat mereka.” (Q.S. At Taubah, 103). Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah saw. ketika memberangkatkan Muaz bin Jabal ke Yaman, beliau bersabda, “Beritahulah mereka, bahwa Allah mewajibkan membayar zakat (sedekah) dari harta orang kaya yang akan diberikan kepada fakir miskin di kalangan mereka.” (Hadis ini diketengahkan oleh banyak perawi).
Dengan demikian Zakat merupakan salah satu bentuk kewajiban yang harus dilaksanakan oleh orang-orang muslim, sebab zakat merupakan salah satu rukun Islam yang merupakan Ibadah kepada Allah swt dan sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan dalam wujud mengkhususkan sejumlah harta atau nilainya dari milik perorangan atau badan hukum untuk diberikan kepada yang berhak menerima dengan syarat-syarat tertentu untuk mensucikan dan mempertumbuhkan harta serta jiwa pribadi para wajib zakat, mengurangi penderitaan masyarakat, memelihara keamanan serta meningkatkan pembangunan
Firman Allah didalam alqor’an surat attaubah 9; ayat 103.
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka.Sesungguhnya do’a kamu itu menjdi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Mendengar lagi Maha mengetahui
Keterangan tersebut, sudah sepantasnya (bahkan seharusnya) apabila kita melihat secara lebih seksama dan sungguh-sungguh beberapa jalan keluar yang dikemukakan ajaran Islam, yang kita yakini kebenarannya dan ketepatannya. Salah satunya adalah penataan zakat, infak dan shadaqah (ZIS) secara benar dan bertanggung jawab.
Karena, Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan baik dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan ummat. Sebagai suatu ibadah pokok zakat termasuk salah satu rukun Islam yang tiga, seperti diungkapkan hadits nabi sehingga keberadaannya dianggap makhan min ad-dien bi adl-dlarurah (ketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman). Di dalam Al Qu’ran terdapat kurang lebih 27 ayat yang mensejajarkan shalat dengan kewajiban zakat, dan hanya satu kali disebutkan dalam konteks yang sama akan tetapi dalam ayat berbeda, yaitu surat Al-Mukminun ayat 2 dengan ayat 4.
Dalam Al Qur’an menyatakan bahwa kesediaan berzakat di pandang sebagai indikator utama kedudukan seseorang kepada ajaran Islam, sekaligus sebagai ciri orang yang mendapatkan kebahagiaan dan ketakwaan. Kesadaran berzakat dipandang sebagai orang yang memperhatikan hak fakir miskin dan para mustahik (orang yang berhak mendapatkan zakat) lainnya. sekaligus dipandang sebagai orang yang membersihkan, menyuburkan dan mengembangkan hartanya serta mensucikan jiwanya.
Sebaliknya Al Qur’an dan hadits Nabi memeberkan peringatan keras terhadap orang yang enggan mengeluarkannya, berhak untuk diperangi, harta bendanya akan hancur dirusak, dan apabila keengganan itu memasal, maka Allah SWT akan menurunkan ahzab Nya dalam bentuk kemarau yang panjang. Sedangkan di akhirat nanti, harta benda yang tidak dikeluarkannya akan menjadi azab bagi pemiliknya. Karena itu Khalifah Abu Bakar Siddiq bertekad untuk memerangi orang yang mau shalat tetapi secara sadar dan sengaja enggan untuk berzakat. Kengutip pendapat Abdullah bin mas’ud bahwa, barang siapa yang melaksanakan shalat tetapi enggan melaksanakan zakat, maka tidak ada shalat baginya.
B. Landasan Hukum Berzakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.
Kewajiaban menunaikan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah diwajibkannya puasa Ramadhan dan zakat Fitrah. Ayat-ayat zakat, shodaqah dan infaq yang turun di Makkah baru berupa anjuran dan penyampaiannya menggunakan metodologi pujian bagi yang melaksanakannya dan cacian atau teguran bagi yang meninggalkannya. Zakat tidak diwajibkan kepada semua nabi dan rasul, karena zakat berfungsi sebagai alat pembersih kotoran dan dosa, sedangkan para nabi dan rasul terbebas dari dosa dan kemaksiatan karena mereka mendapat jaminan penjagaan dari Allah swt.
Landasan hukum kewajiban zakat disebutkan dalam Al Qur’an, Sunnah dan Ijma Ulama.
1. Zakat dalam Al Qur’an
Surat Al-Baqaraah ayat 43: Artinya: “Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama dengan orang-orang yang ruku’”.
QS (9:35) (Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”)
Surat At-Taubah ayat 103: Artinya: “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan do’akanlah mereka karena sesungguhnya do’amu dapat memberikan ketenangan bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Surat Al An’aam ayat 141: Artinya: (Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan).
2. Sunnah
Rasulullah saw bersabda yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar: Artinya: “Islam dibangun atas lima rukun: Syahadat tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad saw utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, menunaikan haji dan puasa Ramadhan”.
Hadist diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari Ali ra: Artinya: “Sesungguhnya Allah mewajibkan (zakat) atas orang-orang kaya dari umat Islam pada harta mereka dengan batas sesuai kecukupan fuqoro diantara mereka. Orang-orang fakir tidak akan kekurangan pada saat mereka lapar atau tidak berbaju kecuali karena ulah orang-orang kaya diantar mereka. Ingatlah bahwa Allah akan menghisab mereka dengan keras dan mengadzab mereka dengan pedih”.
3. Ijma
Ulama baik salaf (klasik) maupun khalaf (kontemporer) telah sepakat akan kewajiban zakat dan bagi yang mengingkarinya berarti telah kafir dari Islam.
Keutamaan Zakat di dalam Al-Qur`an, Sunnah dan Ijma di tengah-tengah berbagai krisis ekonomi dan sosial yang sedang melanda suatu bangsa. Dapat dilihat secara lebih seksama dan sungguh-sungguh beberapa jalan keluar yang dikemukakan ajaran Islam, yang kita yakini kebenarannya dan ketepatannya, sebagaimana firman Allah SWT, di antaranya: “Kebenaran itu adalah dari Tuhan-mu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS Al-Baqarah [2]: 147), selanjutnya Al Qu’an Al-Israa’ [17]: 9) menegaskan “Sesungguhnya Al-Qur`an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” Di antara berbagai kebenaran yang diajarkan dalam Al-Qur`an, salah satunya adalah zakat. Keharusan melaksanakan zakat dengan penanganan dan penataan yang baik dan benar, akan diperoleh hasil yang signifikan.
C. Macam-Macam Zakat
Dalam perkembangan awal peradaban Islam, pemikiran ulama-ulama klasik, Zakat terbagi atas dua tipe yakni:
1. Zakat Fitrah, zakat yang wajib dikeluarkan Muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadhan. Besar Zakat ini setara dengan 2,5 kilogram makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
2. Zakat Maal (Zakat Harta), mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak serta hasil kerja (profesi). Masing-masing tipe memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.
Berangkat dari pemahaman diatas, maka kita menyaksikan perbedaan yang jauh antara dengan ulama kontenporer mengenai harta yang wajib dizakati. Karena semakin berkembangnya pola kegiatan ekonomi maka pemahaman tentang kewajiban zakatpun perlu diperdalam sehingga ruh syariat yang terkandung didalamnya dapat dirasakan tidak bertentangan dengan kemajuan tersebut. Maka pemahaman fiqh zakat kontemporer dengan mengemukakan ijtihad-ijtihad para ulama kontemporer mengenai zakat tersebut perlu difahami oleh para pengelola zakat dan orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap masalah zakat ini. Para Ulama Figh telah menguraikan lebih terperinci yang terkait dengan zakat harta termasuk zakat Perusahaan, Saham dan Profesi dan lain-lain.
Sebagaimana pandangan Dr Yusuf Qordhowi bahwa mensikapi perkembangan perekonomian yang begitu pesatnya, diharapkan adanya beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para pengelola zakat khususnya lembaga-lembaganya, yaitu berpedoman pada kaidah perluasan cakupan terhadap harta yang wajib dizakati, sekalipun tidak ada nash yang pasti dari syariah, tetapi berpedoman pada dalil yang umum.
Bahwa hasil ijtihad fiqh zakat kontemporer jumlanya hampir dua kali lipat katagori (macam-macam) harta wajib zakat yang telah diklasifikasikan oleh para ulama klasik. Katagori baru tersebut, seperti zakat madu dan produksi hewani, zakat investasi pabrik, gedung dan lain-lain. Bahkan Dr Qordhowi membagi katagori zakat kedalam sembilan katagori; zakat binatang ternak, zakat emas dan perak yang juga meliputi uang, zakat kekayaan dagang, zakat hasil pertanian meliputi tanah pertaanian, zakat madu dan produksi hewani, zakat barang tambang dan hasil laut, zakat investasi pabrik, gedung dan lain-lain, zakat pencarian, jasa dan profesi dan zakat saham serta obligasi.
D. Kewajiban Mengeluarkan Zakat
Secara eksplisit Al-Qur’an dan Hadist menyebutkan beberapa jenis harta benda yang harus dikeluarkan zakatnya, sepertinya hasil pertanian emas, dan perak, binatang ternak ( berbagai hadist nabi ), Perdagangan ( Hadist nabi ) Rikaz (Al hadist). Tetapi Al-Qur’an juga menggunakan istilah yang bersifat umum untuk harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya, apabila telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu al amwaal ( harta benda, seperti tergambar dalam QS 2 :267 ) Berdasarkan kepada nash umum tersebut dan juga ayat serta hadist lain, para ulama menganalogikan kewajiban zakat pada benda-benda dan penghasilan serta perusahaan tertentu, yang contohnya pada zaman nabi belum ada seperti zakat profesi dan zakat perusahaan.
1. Harta Benda Yang Wajib dizakati.
Para Ulama Figh Zakat berbeda pendapat tentang jenis-jenis harta benda yang wajib dizakati dalam kategori umum adalah Harta yang Halal dan Baik, untuk itu dirasa tepat apabila terlebih dahulu diketahui azas atau prinsip harta benda yang wajib dizakati :
1. Kepemilikan yang pasti (hak milik penuh) artinya harta benda tersebut sepenuh nya berada dalam kekuasaan yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya dan tidak tersangkut didalamnya hak orang lain
2. Berkembang, artinya harta benda tersebut berkembang,baik secara alami maupun dapat bertambah (berkembang) karena diusahakan/diternakkan atau dibudidaya kan oleh Manusia serta diperdagangkan
3. Melebihi kebutuhan Pokok, artinya harta benda yang dimiliki oleh seseorang tersebut melebihi kebutuhan pokok atau kebutuhan rutin oleh diri sendiri dan keluarganya untuk hidup secara wajar
4. Bersih dari hutang, artinya harta yang dimiliki oleh seseorang itu bersih dari hutang baik hutang kepada Allah swt (nazar,wasiat) maupun hutang kepada sesama manusia.
5. Mencapai nisab , artinya harta benda tersebut telah mencapai batas minimal wajib zakat
6. Mencapai haul, artinya harta yang dimiliki harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dalam waktu setahun (dua belas bulan) atau setiap kali panen
Keenam sayarat tersebut merupakan satu kesatuan, yakni apabila diantara salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi naka gugurlah kewajiban zakat bagi harta tersebut.
Selanjutnya Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid sebagaimana dikutip oleh Dr,KH,Sjechul hadi PermonoSH,MA menjelaskan bahwa jenis jenis harta yang wajib dizakati adalah :
1. Dari barang tambang ada dua macam: emas dan Perak yang tidak menjadi perhiasan
2. Dari binatang ada tiga macam; yaitu unta, lembu, dan kambing ( yang semuanya diternakkan dan tidak dipekerjakan)
3. Dari biji-bijian ada dua macam yaitu gandum dan sya’ir ( jelai)
4. Dari buah-buahan ada dua macam yaitu kurma dan anggur kering (kismis)
Harta benda selain yang telah disebutkan diatas parta ulama (cendekia wan muslim) masih berbeda pendapat sebab dikalangan ulama ada pendapat bahwa ajaran Islam (syariat Islam) berlaku untuk seluruh dunia dan budaya petanian, peternakan dan cara berniaga (mencari penghasilan) sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Rusyd tersebut, tidak seluruhnya ada disetiap wilayah (negara) .
Diantara jenis zakat yang telah di analogkan dalam pandangan zakat kontemporer sesuai fatwa simposium zakat International di kuwait pada tanggal 29 rajab 1404H/30 april 1994 adalah sebagai Berikut :
a. Zakat Perusahaan dan Saham
Landasan kewajiban zakat pada perusahaan berpijak pada dalil yang bersifat umum, seperti termaktub dalam firman Allah SWT surat Al Baqarah ayat 267: ” Wahai sekalian orang-orang yang beriman, nafkahkanlah ( di jalan Allah ) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…” Juga firman Allah SWT dalam surat At Taubah ayat 103 : “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka….” Juga didukung oleh sebuah hadist riwayat Imam Bukhari dari Anas bin Malik bahwasanya Abu Bakar Shidiq telah menulis surat kepadanya yang berisikan pesan tentang zakat (sabulussalam 11 :121) Artinya : ” Janganlah digabungkan sesuatu yang terpisah dan jangan pula dipisahkan sesuatu yang tergabung ( berserikat ) karena takut mengeluarkan Zakat. Dan apa-apa yang telah digabungkan dari dua orang yang telah berserikat (berkongsi), maka keduanya harus dikembalikan (diperlakukan) secara sama “.
Berdasarkan ini, keberadaan perusahaan sebagai wadah usaha kemudian menjadi badan hukum atau syakhsiyyah I’tibariyyah. Para ulama kontemporer menganalogikan zakat perusahaan ini kepada zakat perdagangan, karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi kegiatan sebuah perusahaan intinya berpijak pada kegiatan trading atau perdagangan.
Yang perlu diperhatikan dalam perhitungan zakat perusahaan adalah pentingnya melakukan berbagai koreksi atas nilai aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek yang kemudian disesuaikan dengan ketentuan syari’ah, seperti koreksi atas pendapatan bunga, dan pendapatan haram serta subhat lainnya. Sedangkan aset tetap tidak termasuk yang diperhitungkan ke dalam harta yang dikenakan zakat, karena aset tersebut tidak untuk diperjual belikan. Zakatnya adalah selisih kali 2,5%. maka pola perhitungan zakat perusahaan didasarkan pada laporan keuangan (neraca) dengan mengurangkan kewajiban lancar atas aktiva lancar. Metode perhitungan ini biasa disebut dengan metode sya’iyyah ”
Adapun mengenai zakat saham, landasan hukum kewajiban zakatnya sama dengan landasan kewajiban zakatnya pada perusahaan tersebut diatas, sebab memang saham itu terkait dengan kegiatan perusahaan. Merujuk pada hasil rumusan dan fatwa simposium zakat International bahwa zakat saham itu memperhatikan dua hal pokok: Pertama. Apabila perusahaan itu telah mengeluarkan zakatnya. maka bagi para pemegang saham perusahaan tersebut, tidak wajib lagi mengeluarkan zakatnya. Kedua, Jika perusahaan tidak mengeluarkan zakat perusahaan, maka bagi para pemegang saham wajib mengeluarkan zakatnya sesuai dengan kepemilikan saham.
b. Zakat Profesi
Zakat profesi adalah atas penghasilan yang diperoleh dari pengembangan potensi diri yang dimiliki seseorang dengan cara yang sesuai dengan syariat, seperti upah kerja rutin, profesi dokter, pengacara, Arsitek, dll. Adapun landasanya kewajibannya mengacu pada nash-nash yang bersifat umum tentang kewajiban zakat, seperti surat Al Baqarah : 267, At Taubah : 103 dan juga surat Al Ma’arij : 24-25 : ” Dan Orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (Miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)” demikian pula simposium zakat international di kuwait 1984 dalam satu rekomendasi dan fatwanya telah menetapkan kewajiban zakat profesi ini.
Dari berbagai pendapat dinyatakan bahwa landasan zakat profesi dianalogikan kepada zakat hasil pertanian yaitu dibayarkan ketika mendapatkan hasilnya, demikian juga mengenai nishabnya yaitu sebesar 2.5 % atas dasar kaidah ” Qiyas Asy-syabah ” yang dimaksud Qiya Asy-syabah adalah mengqiyaskan sesuatu dengan dua hal , yaitu zakat profesi dianalogikan pada zakat pertanian dan zakat uang (Emas perak)”.
Dengan demikian, maka segala macam harta, usaha, penghasilan dan pendapatan dari profesi apapun yang halal apabila telah memenuhi persyaratan berzakat, maka harus dikeluarkan zakatnya.
2. Yang Berhak Menerima Zakat
Zakat wajib di salurkan kepada orang-oarang yang memang berhak menerima zakat, yakni : Fakir (Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup). Miskin (Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup). Amil (Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat). Muallaf (Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya), dan Hamba Sahaya yang ingin memerdekakan dirinya. Gharimin (Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk memenuhinya), Fisabilillah (Mereka yang berjuang di jalan Allah, misal: dakwah, perang dsb) dan Ibnus Sabil (Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan).
3. Yang Tidak Berhak Menerima Zakat
Zakat tidak boleh disalurkan kepada orang yang terbukti mempunyai kekayaan. Rasulullah bersabda, “Tidak halal mengambil sedekah (zakat) bagi orang yang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan tenaga.” (HR Bukhari). Hamba sahaya, karena masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya. Keturunan Rasulullah. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya tidak halal bagi kami (ahlul bait) mengambil sedekah (zakat).” (HR Muslim). Zakat tidak boleh dibayar kepada orang yang wajib dinafkahi (anak dan Istri) oleh pembayar zakat. Zakat tidak boleh dibayar kepada selain orang muslim kecuali yang dikhususkan untuk jatah golongan orang-orang mualaf.
E. Zakat, Infak Dan Shodaqoh
Tujuan yang hendak dicapai manusia dalam beribadah hanya satu, yaitu Ridha Allah SWT. Sebagaimana perintah utama Al-Qur’an sesuai dengan firman Allah, “Hai sekalian Manusia, beribadahlah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa” al-Baqarah[2]:21.
Disamping Ibadah zakat, dikenal pula infaq dan shadaqah, yang keduanya merupakan bagian dari keimanan seseorang, artinya infaq dan shadaqah itu merupakan ciri utama orang yang benar keimanannya, ciri utama orang yang bertaqwa, ciri mu’min yang mengharapkan balasan yang abadi dari Allah. Atas dasar itu, infaq dan shadaqah sangat dianjurkan dalam segala keadaan, sesuai dengan kemampuan. Jika enggan berinfaq, maka sama halnya dengan menjatuhkan diri pada kebinasaan. Infaq dan shadaqah tidak ditentukan jumlahnya (bisa besar, kecil banyak atau sedikit) tidak ditentukan pula sasaran penggunannya, yaitu semua kebaikan yang diperintahkan ajaran Islam
Zakat, Infaq dan Shadaqah merupakan satu paket kegiatan ibadah dalam rangka mensucikan harta dan jiwa setiap muslim yang taat terhadap ajaran Islam. Zakat, Infaq dan Shadaqah secara umum merupakan ibadah yang dapat mendekatkan diri kita kepada Allah dan pada waktu yang bersamaan merupakan bekal rohani dan proses tarbiyah yang amat penting. Fitrah manusia mencintai harta dan ingin memiliki. Al Qur’an telah menegaskan hal itu: “Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” (Al-Fajr:20) . Dalam penjelasan terdahulu makna terminologis dari zakat, kita telah mengetahui bahwa zakat adalah kewajiban harta yang spesifik, memiliki syarat tertentu, alokasi tertentu dan waktu tertentu. Karena itu, zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan, baik dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan ekonomi umat.
Adapun infak yaitu mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat. Infak ada yang wajib ada yang sunnah. Infak wajib diantaranya kafarat, nadzar, zakat dll. Infak sunnah diantaranya infak kepada fakir miskin sesama muslim, infak bencana alam dll. Jadi, infaq berarti mengeluarkan sebagian harta untuk kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat ada nisabnya, infaq tak mengenal Nishab. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit (Qs. Ali Imran : 134). Infaq boleh diberikan kepada siapapun, misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim dan sebagainya. (QS. 2: 215)
Sedangkan shodaqoh maknanya lebih luas dari zakat dan infak. Shodaqoh dapat bermakna infak, zakat dan kebaikan non materi. Dalam hadist riwayat Muslim, Rasulullah saw memberi jawaban kepada orang-orang miskin yang cemburu terhadap orang kaya yang banyak bershodaqoh dengan hartanya, beliau bersabda:
“Setiap tasbih adalah shodaqoh, setiap takbir shodaqoh, setiap tahmid shodaqoh, setiap tahlil shodaqoh, amar ma’ruf shodaqoh, nahi munkar shodaqoh dan menyalurkan syahwatnya pada istri juga shodaqoh”.
Shodaqoh adalah ungkapan kejujuran (shidq) iman seseorang. Dan, shadaqah memiliki arti luas, tak hanya menyangkut hal uang namun juga yang bersifat non materiil. Oleh karena itu Allah swt menggabungkan antara orang yang memberi harta dijalan Allah dengan orang yang membenarkan adanya pahala yang terbaik. Antara yang bakhil dengan orang yang mendustakan. Disebutkan dalam surat Al-Lail ayat 5-10 artinya: “Adapun orang yang memberikan (hartanya dijalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya (jalan) yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami menyiapkan baginya (jalan) yang sukar”.
Dengan mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah di jalan Allah merupakan upaya mendidik, menundukkan, dan melatih jiwa untuk mengalahkan kecintaan terhadap harta dan ketergantungan dengannya, serta menganjurkannya untuk mengasihi orang-orang fakir dan yang membutuhkan bantuan. Juga menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap masalah-masalah umat Islam, negara Islam dan perjuangan di jalan Allah. Ini semua dapat mempengaruhi pembentukan pribadi muslim yang benar dan integral.
Karenanya implementasi zakat infaq dan Shodaqoh bagi penerima, memberi manfaat yang terasa sangat nyata. Mereka benar-benar memperoleh apa yang dibutuhkan pada saat itu, yaitu berupa materi yang dapat langsung dikonsumsi, atau digunakan sebagai barang produktif, sebagai modal usaha untuk mencukupi kebutuhan sehari−hari. Selain mustahik dan muzaki, pemerintah juga memperoleh manfaat yang sangat besar, dalam merasakan keindahan zakat, infaq dan shodaqoh ini. Karena dengan terkelolanya zakat secara baik, peredaran ekonomi akan lebih merata sehingga kesenjangan sosial, dapat teratasi. Ini berarti, zakat yang berfungsi untuk pemerataan kesejahteraan ini, akan membuahkan manfaat yang lebih besar.